Setiap memasuki tahun pelajaran baru, pada umumnya hampir di
setiap sekolah menyelenggarakan kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS), yang
wajib diikuti oleh setiap calon siswa. Secara teoritik, kegiatan orientasi
memang memiliki tujuan yang positif, yakni membantu para calon siswa untuk
mengenal dan memahami lingkungan sekolahnya yang baru, baik lingkungan fisik,
seperti : ruang kelas, tempat ibadah, laboratorium dan fasilitas belajar
lainnya, maupun lingkungan sosio-psikologis, seperti guru-guru, teman dan iklim
serta budaya yang dikembangkan sekolah, sehingga diharapkan para calon siswa
dapat segera mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di
sekolahnya
Tetapi,
mari kita lihat realita prakteknya ! Hingga saat ini, pada beberapa sekolah
masih ditemukan kegiatan MOS yang masih terjebak dalam praktek perpeloncoan,
yang kerapkali mengabaikan aspek-aspek kemanusiaan, seperti mewajibkan para
calon siswa untuk mengenakan atribut dan membawa berbagai kelengkapan yang
“aneh-aneh”. Jika melanggar ketentuan-ketentuan yang “aneh-aneh” itu, mereka
harus siap-siap menerima sanksi tertentu, bahkan mungkin ada pula yang disertai
dengan pemberian hukuman yang bersifat fisik.
Boleh
jadi, akibat dari praktek orientasi semacam itu bukannya menjadikan para calon
siswa terpahamkan dan dapat memperoleh well adjustment, namun malah
mungkin justru sebaliknya, keruntuhan harga diri dan kerusakan mental yang
mereka dapatkan ! Tentu saja, hal ini merupakan awal yang buruk bagi
kelangsungan belajar siswa ke depannya.
Jika
merujuk pada pemikiran Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook (1999), praktek
orientasi semacam itu sudah menunjukkan ciri-ciri dari sekolah berbahaya (dangerous
school)
Kegiatan
orientasi pada dasarnya merupakan sebuah proses pembelajaran dan apabila
dikaitkan dengan beberapa prinsip pembelajaran modern yang saat ini sedang
dikembangkan di Indonesia, seperti pembelajaran menyenangkan, pembelajaran
humanistik, pembelajaran demokratis, dan sejenisnya, maka model orientasi yang
bercirikan pengingkaran hak-hak martabat kemanusiaan seperti di atas agaknya
menjadi sangat kontradiktif dan kontraproduktif.
Oleh
karena itu, sudah waktunya perlu dilakukan evaluasi terhadap praktek orientasi
semacam itu untuk segera digantikan dengan model-model kegiatan orientasi yang
lebih humanis. Kegiatan orientasi bukanlah ajang untuk menunjukkan superioritas
senior terhadap yunior, dan bukan pula ajang untuk melampiskan motif-motif
destruktif yang terselubung. Tetapi justru merupakan upaya untuk menyambut
hangat dan penuh kecintaan terhadap para calon siswa agar mereka merasa betah
sekaligus memiliki kebanggaan dan keyakinan bahwa dia benar-benar telah memilih
sekolah yang tepat bagi dirinya.
Lantas,
seperti apakah MOS yang humanis itu ? Kegiatan MOS yang humanis setidaknya
memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah :
- Memandang calon siswa sebagai sosok manusia utuh dengan segenap potensi kemanusiaan yang dimilikinya,. yang patut dihargai dan dihormati keberadaannya. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya jika masa orientasi ini digunakan pula sebagai moment untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi potensi-potensi yang dimiliki calon siswa untuk dikembangkan lebih lanjut.
- Pembimbingan dilakukan dalam suasana hubungan kemitraan yang sejajar dan penuh keakraban, baik antara calon siswa dengan calon siswa, maupun calon siswa dengan warga sekolah lama, termasuk dengan para guru.
- Reinforcement perilaku yang lebih mengedepankan pemberian ganjaran (reward) dan sedapat mungkin menghindari bentuk hukuman fisik maupun psikis (punishment).
- Metode kegiatan dikemas secara kreatif dalam bentuk dinamika kelompok yang menyenangkan dan lebih mengedepankan pada aktivitas para calon siswa..
Memang
bukanlah hal yang mudah untuk mengganti model kegiatan orientasi ke arah yang
lebih humanis, apalagi jika kesalahkaprahan dalam praktek kegiatan orientasi
sudah berlangsung sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Akan tetapi
kita percaya bahwa dengan komitmen, kesadaran dan kecerdasan dari seluruh warga
sekolah kiranya bukan hal yang mustahil untuk dapat mewujudkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar