Laman

Minggu, 27 Mei 2012

Mengenal Tali Temali dalam Pramuka







Dalam tali temali kita sering mencampuradukkan antara tali, simpul dan ikatan. Hal ini sebenarnya berbeda sama sekali. Tali adalah bendanya. Simpul adalah hubungan antara tali dengan tali. Ikatan adalah hubungan antara tali dengan benda lainnya, misal kayu, balok, bambu dan sebagainya.

Macam simpul dan kegunaannya
1. Simpul ujung tali
Gunanya agar tali pintalan pada ujung tali tidak mudah lepas
2. Simpul mati
Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang sama besar dan tidak licin
3. Simpul anyam
Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang tidak sama besarnya dan dalam keadaan kering
4. Simpul anyam berganda
Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang tidak sama besarnya dan dalam keadaan basah
5. Simpul erat
Gunanya untuk memendekkan tali tanpa pemotongan
6. Simpul kembar
Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang sama besarnya dan dalam keadaan licin
7. Simpul kursi
Gunanya untuk mengangkat atau menurunkan benda atau orang pingsan
8. Simpul penarik
Gunanya untuk menarik benda yang cukup besar
9. Simpul laso

Untuk gambar macam-macam simpul dapat dilihat di bawah ini




Macam Ikatan dan Kegunaannya
1. Ikatan pangkal
Gunanya untuk mengikatkan tali pada kayu atau tiang, akan tetapi ikatan pangkal ini dapat juga digunakan untuk memulai suatu ikatan.
2. Ikatan tiang
Gunanya untuk mengikat sesuatu sehingga yang diikat  masih dapat bergerak leluasa misalnya untuk mengikat                 l eher binatang supaya tidak tercekik.
3. Ikatan jangkar
Gunanya untuk mengikat jangkar atau benda lainnya yang berbentuk ring.
4. Ikatan tambat
Gunanya untuk menambatkan tali pada sesuatu tiang/kayu dengan erat, akan tetapi mudah untuk melepaskannya kembali. Ikatan tambat ini juga dipergunakan untuk menyeret balik dan bahkan ada juga dipergunakan untuk memulai suatu ikatan.
5. Ikatan tarik
Gunanya untuk menambatkan tali pengikat binatang pada suatu tiang, kemudian mudah untuk membukanya kembali. Dapat juga untuk turun ke jurang atau pohon.
6. Ikatan turki
Gunanya untuk mengikat sapu lidi setangan leher
7. Ikatan palang
8. Ikatan canggah
9. Ikatan silang
10. Ikatan khaki tiga

Untuk gambar macam-macam ikatan dapat dilihat di bawah ini.



Selasa, 01 Mei 2012

Psikologi Perkembangan


PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan adalah perubahan kearah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Perkembangan memiliki sifat holistik (menyeluruh/kompleks) yaitu : terdiri dari berbagai aspek baik fisik ataupun psikis, terjadi dalam beberapa tahap (saling berkesinambungan), ada variasi individu dan memiliki prinsip keserasian dan keseimbangan.
Perkembangan Individu memiliki beberapa prinsip-prinsip yaitu: Never ending process (perkembangan tidak akan pernah berhenti), Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi (aspek emosional, aspek disiplin, aspek agama dan aspek sosial),Perkembnagan mengikuti pola/arah tertentu (karena perkembangan individu dapat terjadi perubahan perilaku yang dapat dipertahankan atau bahkan ditinggalkan)
Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti dan setiap perkembangan memiliki tahapan tahapan yaitu : tahap dikenangkan, tahap kandungan, tahap anak, tahap remaja, tahap dewasa, dan tahap lansia, ada juga yang menggunakan patokan umur yang dapat pula digolongkan dalam masa intraterin, masa bayi, masa anak sekolah, masa remaja dan masa adonelen yang lebih lanjut akan disebut dengan periodesasi perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Periodesasi Perkembangan
Teori Periodesasi perkembangan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam yakni
a. Periodesasi yang berdasarkan Biologis
b. Periodesasi berdasarkan didaktis
c. Periodesasi berdasarkan psikologis
2.1.1. Periodesasi perkembangan yang berdasarkan biologis
Periodesasi berdasarkan biologis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak, karena pertumbuhan bilogis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.
Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :
a) Kretschmer
Kretschmer membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) fase, yaitu:
1. Fullungsperiode I
Yaitu pada umur 0;0 – 3;0. Pada masa ini dalam keadaan pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
2. Strecungsperiode I
Yaitu pada umur 3;0 – 7;0. Kondisi badan anak nampak langsing, sikap anak cenderung tertutup, sukar bergaul dan sulit didekati
3. Fullungsperiode II
Yaitu pada umur 7;0 –13;0. Kondisi fisik anak kembali menggemuk
4. Strecungsperiode II
Yaitu pada umur 13;0 – 20;0. Pada saat ini kondisi fisik anak kembali langsing
b) Aristoteles
Aristoteles merumuskan perkembangan anak dengan 3 (tiga) fase perkembangan yakni:
1. Fase I
Yaitu pada usia 0;0 –7;0 yang disebut masa anak kecil dan kegiatan pada fase ini hanya bermain.
2. Fase II
Yaitu pada usia 7;0 –14;0 yang disebut masa anak atau masa sekolah dimana kegiatan anak mulai belajar di sekolah dasar
3. Fase III
Yaitu pada usia 14;0 – 21;0 yang disebut dengan masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa peralihan dari anak menjadi dewasa.
Aristoteles menyebutkan pada periodesasi ini disebut sebagai periodesasi yang berdasarkanpada biologis karena antara fase I dengan fase ke II itu ditandai dengan adanya pergantian gigi, sedangkan antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai bekerjanya organ kelengkapan kelamin.
c) Sigmund Freued
Freued membagi perkembangan anak menjadi 6 (enam) fase perkembangan yakni:
1. Fase Oral
Yaitu pada usia 0;0 – 1;0. Pada fase ini, mulut merupakan central pokok keaktifan yang dinamis.
2. Fase Anal
Yaitu pada usia 1;0 – 3;0 Pada fase ini, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembuangan kotoran.
3. Fase Falis
Yaitu pada usia 3;0 – 5;0. Pada fase ini, alat-alat kelamin merupakandaerah organ paling perasa
4. Fase Latent
Yaitu pada usia 5;0 – 12/13;0 Pada fase ini, impuls-impuls cenderung berdada pada kondisi tertekan
5. Fase Pubertas
Yaitu pada usia12/13;0 – 20;0 Pada fase ini, impuls-impuls kembali menonjol. Kegiatan ini jika dapat disublimasikan maka seorang anak akan sampai pada fase kematangan
6. Fase Genital
Yaitu pada usia 20 ke atas, Pada fase ini, seseorang telah sampai pada fase dewas.
d) Jesse Feiring Williams
Williams membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) masa perkembangan yakni:
1. Masa Nursery dan kindergarten yaitu, pada usia 0;0 – 6;0
2. Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga, yaitu pada usia 6;0 – 10;0
3. Masa cepat berkembangnya tubuh, yaitu pada usia 10;0 – 14;0
4. Masa Adolesen yaitu pada usia 14;0 –19;0 adalah masa perubahan pola dan kepentingan kemampuan anak dengan cepat.
2.1.2. Periodesasi perkembangan yang berdasarkan didaktis
Periodesasi berdasarkan didaktis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam engajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :
a) Johann Amos Comenilus (Komensky)
Komensky membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu: 1. Scola Materna (sekolah ibu)
Yaitu pada usia 0;0 – 6;0 Pada fase ini, anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra di bawah asuhan ibu (keluarga)
2. Scola Vermacula (sekolah bahasa ibu)
Yaitu pada usia 6;0 – 12;0 pada fase ini, anak mengembangkan pikiran, ingatan, dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah(bahasa ibu)
3. Scola Latina (sekolah bahasa latin)
Yaitu pada usia 12;0 – 18;0 pada fase ini, anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
5. Academia (akademi) adalah media pendidikan bagi anak usia 18;0 – 24;0
b) Jean Jeaques Russeau
Didalam bukunya yang terkenal yaitu “Emile eu du I’education” Jean Jeaques Russeau membagi tahapan perkembangan anak antara lain:
1. Pada usia 0;0 – 2;0 tahun adalah masa asuha
2. Pada usia 2;0 – 12;0 tahun adalah masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera.
3. Pada usia 12;0 – 15;0 tahun adalah masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas
4. Pada usia 15;0 – 20;0 tahun adalah masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan mental agama
c) Dr. Maria Montessori
Dr. Maria membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu:
1. Pada usia 1;0 – 7;0 adalah masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar dari alat dria.
2. Pada usia 7;0 – 12;0 adalah masa dimana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi perasaan ethisnya yang bersumber dari kata-kata hatinya dan dia mulai tahu kebutuhan orang lain
3. Pada usia 12;0 – 18;0 adalah masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial.
4. Pada usia 18;0 – 24;0 adalah masa pendidikan di perguruan tinggi, masa melatih anak akan realitas kepentingan dunia. Ia harus mampu berfikir secara jernih, jauh dari perbuatan yang tercela.
d) Charles E. Skinner
Skinner membagi perkembangan anak menjadi Prenatal Stages dan Postanal Stages dengan perincian sebagai berikut :
1. Prenatal Stages
Ø Germinal : a fortnigh after consepsion (saat perencanaan)
Ø Embryo : Dari Consepsion sampai pada 6 bulan
Ø Fetus : Dari 6 bulan sampai ia lahir ke dunia
2. Posnatal stage
Ø Parturate : Pada saan ia lahir kedunia sampai pada
Ø Neonate : 2 Bulan pertamasetelah anak lahir kedunia
Ø Infant : 2 tahun pertama setelah anak lahir ke dunia
Ø Preschool child : Pada usia 6;0 – 9;0 tahun
Ø Intermediate School : pada usia 9;0 –12;0 tahun
Ø Junior Hight School : Pada Usia 12;0 – 19;0 tahun
2.1.3. Periodesasi perkembangan yang berdasarkan Psikologis
Pada pembagian ini para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut pandang biologis ataupun didaktis. Sehingga para ahli mengembalikan masalah kejiwaan dalam kedudukan yang murni.
Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :
a) Oswald Kroh
Kroh berpendapat bahwa pada dasarnya perkembangan jiwa anak berjalan secara evolutiv.Dan pada umumnya proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mangalami kegoncangan (aktivitas revolusi), masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut ‘Trotz Periode’,dan biasanya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yakni trotz I sekitar usia 3/4 tahun. Trotz II usia 12 tahun bagi putri dan usia 13 tahun bagi laki-laki.
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Dari lahir hingga trotz periode I disebut sebagai masa anak awal (0;0 – 03;0/04;0)
2. Dari Trotz periode I hinga Trotz periode II disebut masa keserasian bersekolah (03;0/04;0 – 12;0/13;0)
3. Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan (12;0/13;0 – 21;0)
b) Charlotte Buhler
Charlotte membagi perkembangan anak menjadi 5 (lima) fase, yaitu :
1. Fase I (0;0 – 1;0), Pada fase ini perkembangan sikap subyektif menuju obyektif,
2. Fase II (1;0 – 4;0), Pada fase ini makin meluasnya hubungan pada benda-benda sekitarnya, atau mengenal dunia secara subyektif.
3. Fase III (40 – 8;0), Pada fase ini individu memasukkan dirinya kedalam masyarakat secara obyektif, adanya hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja,tugas serta prestasi.
4. Fase IV (8;0 – 13;0), Pada fase ini mulai munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar
5. Fase V (13;0 – 9;0) Pada Fase ini, nulai menemukan diri yakin shyntesa sikap subyektif dan obyektif
2.1.4. Gabungan dar ketiga kelompok oleh PH. Kohnstamm
Ia menyebutnya pandangan itu secara flectis, walaupun nampaknya lebih berorientasi pada dasar psikologis, yaitu :
1. 0;0 – 2;0 disebut masa vital
2. 2;0 – 7;0 disebut masa Esthetis
3. 7;0 – 12;0/13;0 disebut masa perkembangan intelektual
4. 12;0/13;0 – 20;0 disebut masa sosial
Pembagian terakir ini masih dapat diuraikan lagi menjadi :
1. 12;0 –14;0 = Masa Pural
2. 14;0 – 15;0 = Masa prapubertas
3. 15;0 – 18;0 = Masa Pubertas
4. 18;0 – 21;0 = masa adolesen
2.1.5. Tinjauan perkembangan anak global oleh Robert j. Havigurst
Robert meninjau perkembangan anak global yakni sebagai berikut:
1. 0;0 – 6;0 masa infacy and early childhood
2. 6;0 – 12;0 masa midle childhood
3. 12;0 – 18;0 masa preadolescense and adolesence
4. 18;0 – 35;0 masa early adulthood yang terbagi atas early adulthood (18;0 – 21;0), adulthood (21;0 – 35;0)
5. 35;0 – 60;0 masa middle age
6. 60;00 – ke atas masa later life.
BAB III
KESIMPULAN
4.1. Simpulan
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan diatas, maka dapat muncullah pertanyaan manakah kiranya yang dianggap paling baik?
Dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata semua konsep atau teori yang telah di ungkapkan itu memiliki kebaikan dan kelemahannya masing-masing seperti tinjauan biologis itu akan terasa bermanfaatbagi anak-anak yang berumur di bawah 5 (lima) tahun dan tinjauan psikologis terasa baik sekali untuk manganalisa anak umur 5 (lima) tahun, di sampingteori-teori tersebutpun terdapat keterkaitan yang tidak perlu dipersoalkan.
Dengan demikian teori-teori tersebut dapat diterapkan menurut situasi dan kondisi serta kepentingan dari pemakai.

kode etik konselor


KODE ETIK KONSELOR INDONESIA


BAB I

PENDAHULUAN


Dasar/Landasan

Landasan Kode Etik Konselor adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. (b) tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

BAB II

KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR


A.     Kualifikasi

Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.

B.     Kegiatan Profesional Konselor

  1. Nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
a.   Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi  hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan klien.
b.  Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib, dan hormat.
c.    Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d.  Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.

  1. Pengakuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.

  1. Kegiatan Profesional
a.   Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semua merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan. Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan perseetujuan klien atau yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
b.  Keterangan mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c.   Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada kesempatan antara klien dengan konselor. Kewajiban berakhir jika hubungan konseling berakhir, klien mengakhiri hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.

  1. Testing
a.   Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai wewenang yang dimaksud.
b.  Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensia, minat, bakat khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c.   Data yang diperlukan dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
d.  Data hasil testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e.   Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan dengan klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
f.   Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien.
g.   Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang berlakukan.

  1. Riset
a.   Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang bersangkutan.
b.  Dalam melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga agar identitas subyek dirahasiakan.

  1. Layanan Individual : Hubungan dengan Klien
a.   Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
b.  Konselor harus menempatkan kliennya di atas kepentingan pribadinya. Demikianpun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang dimilikinya.
c.   Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan atas dasar suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonomi.
d.  Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.   Konselor boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi dia harus memperhatikan setiap setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banya orang yang menghendaki.
f.   Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab padanya.
g.   Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana  dia memikul tanggung jawab terhadap klien.
h.  Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan, dan rekan-rekan sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan ialah kepentingan klien.
i.    Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
j.    Konselor tidak akan memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sehingga hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
k.  Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan dengan klien apabila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.

  1. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan atau Ahli Lainnya.
a.   Dalam rangka pemberian layanan kepada klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi, untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
b.  Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepda klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasn pribadinya. Dalam hal ini konselor akan mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan klien.
c.   Bila pengiriman disetujui klien, maka akan menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien, orang atau badan yang mempunyai keahlian tersebut.
d.  Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan maru diteruskan lagi.



BAB III
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
DAN HAK SERTAKEWAJIBAN KONSELOR

1.      Jikalau konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu keluarga, maka harus ada pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang konsultan, konselor tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak bekerja atas dasar komersial.
2.      Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpangan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor dengan kien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
3.      Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
4.      Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat perlindungan dari lembaga itu dalam menjalankan profesinya.
5.      Setiap konselor yang menjadi staf sutau lembaga harus mengetahui tentang program-program yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari pihak lain. Pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
6.      Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga tersebut, maka dia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
7.      Konselor yang tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan diharapkan mentaati kode etik jalannya sebagai konselor dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan-rekan seprofesi.
8.      Kalau konselor merasa perlu untuk melaporkan sesuatu hal tentang klien kepada pihak lain (misalnya pimpinan badan tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh petugas suatu badan di luar profesinya, dan ia harus juga memberikan informasi itu, maka dalam memberikan informasi tersebut harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
9.      Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang kurang wajar.
10.  Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya apakah tidak melanggar kode etik ini.


ABKIN
PERSONALITY GURU PEMBIMBING

Modal dasar sebagai ciri personal yang harus dimiliki oleh guru pembimbing diantaranya adalah :

1.      Berwawasan luas
Memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas terutama tentang perkembangan peserta didik pada usia sekolahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses pembelajarannya, serta pengaruh lingkungan dan modernisasi terhadap peserta didik.

2.      Menyayangi anak
Memiliki kasih sayang yang mendalam terhadap peserta didik, rasa kasih sayan ini ditampilkan oleh guru pembimbing benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atau dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu.

3.      Sabar dan bijaksana
Tidak mudah marah dan/atau mengambil tindakan keras dan emosional yang merugikan peserta didik serta tidak sesuai dengan kepentingan perkembangan mereka. Segala tindakan yang diambil oleh guru pembimbing didasarkan pada pertimbangan yang matang.

4.      Lembut dan baik hati
Tutur kata dan tindakan guru pembimbing selalu mengenakkan hati, hangat dan suka menolong.

5.      Tekun dan teliti
Guru pembimbing stia mengikuti tingkah laku dan perkembangan peserta didik sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang menyertai tingkah dan perkembangan tersebut.

6.      Menjadi contoh
Tingkah laku, pemikiran, pendapat, dan ucapan-ucapan guru pembimbing tidak tercela dan mampu menarik peserta didik untuk mengikutinya dengan senang hati dan suka rela.

7.      Tanggap dan mampu mengambil tindakan
Guru pembimbing cepat memberikan perhatian terhadap yang terjadi dan/atau mungkin terjadi pada diri peserta didik, serta mengambil tindakan secara tepat untuk mengatasi dan/atau mengantisipasi yang akan terjadi dan/atau mungkin terjadi.

8.      Memahami dan bersikap positif terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.
Guru pembimbing memahami fungsi dan tujuan serta seluk beluk pelayanan bimbingan dan konseling, dan dengan senang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan peserta didik.

9.      Mempunyai modal profesional.
Mencakup kemantapan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian bimbingan dan konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan da/atau pelatihan khusus dalam programm bimbingan dan konseling. Dengan modal profesional tersebut, seorang guru pembimbing akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya, dan kode etik profesionalnya.


ABKIN

KOMPETENSI GURU PEMBIMBING/KONSELOR SEKOLAH

I.           KOMPETENSI PERSONAL
1.      Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
3.      Menampilkan rasa hormat terhadap keragaman individu.
4.      Menampilkan struktur nilai dan sistem keyakinan pribadi.
5.      Menampilkan keterbukaan, fleksibilitas, sikap mengasihi, dan toleran di dalam melakukan interaksi profesional yang mengarah kepada pertumbuhan dan perkembangan diri sendiri dan orang lain.
6.      Menampilkan arah diri dan otonomi kedirian yang mantap.
7.      Bertindak secara konsisten dengan sistem nilai etis pribadi dan kode etik profesional di dalam hubungan profesionalnya.
8.      Menunjukkan penampilan diri yang menarik.
9.      Mempu menyesuaikan diri secara adekuat.
10.  Memiliki kepercayaan dan keyakinan diri untuk bisa memberikan layanan bantuan.
11.  Memiliki keikhlasan dalam menyelenggarakan pelayanan.

II.        KOMPETENSI KEILMUAN


Wawasan Kependidikan dan Profesi
1.      Memiliki wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan profesional konseling.
2.      Memahami dengan baik landasasn-landasan keilmuan bimbingan dan konseling.
3.      Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
4.      Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang relevan dengan setting kerjanya.
5.      Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari literaturnya.
6.      Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan profesional dalam berbagai setting dan kegiatan.
7.      Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi permasalahan klien.
8.      Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya.
9.      Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas profesionalnya.
10.  Merumuskan perannya sendiri sesuai dengan setting dan situasi kerja yang dihadapi.

Pemahaman individu dalam membangun interaksi efektif
11.  Memahami teori-teori perkembangan manusia.
12.   Mengidentifikasi komponen primer nilai-nilai orang lain.
13.  Memilahkan/membedakan wilayah struktur nilai pribadi yang tidak sejalan dengan struktur nilai kelompok yant teridentifikasi.
14.  Merespon dan berinteraksi dengan orang lain atas dasar kesadaran pikiran serta perasaan sendiri, keterbuakaan, kepekaan terhadap pikiran dan orang lain.

Konseling
15.  Menghayati dan menerapkan teori kkonseling yang telah mepribadi
16.  Mengembangkan kerangka pikir manusia efektif sejalan dengan kerangka pikir profesionalnya.
17.  Menunjukkan kecakapan mengkaji hubungan antara teori konseling, kepribadian, belajar dan asesmen psikologis.
18.  Menguasai berbgai metode dan rasionel untuk mengawali proses konseling yang sesuai dengan kepedulian klien.
19.  Menyadari berbagai variabel kepribadian dirinya yang mempengaruhi proses konseling.
20.  Mengkomunikasikan kepada klien tentang masalah perkembangan perilaku.
21.  Mendiskripsikan proses konseling yang dapat dipahami klien.
22.  Menyatakan kembali masalah klien dalam cara yang akurat dan dapat diterima klien.
23.  Memilih dan melakukan kemungkinan tindakan berikut dalam menghadapi klien :
§  Melanjutkan dan memilih strategi konseling tertentu.
§  Merujuk kepada sumber-sumber nonkonseling.
§  Merujuk kepada konselor lain.
§  Mengakhiri konseling.
24.  Menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam mengembangkan situasi belajar untuk klien tertentu.
25.  Menunjukkan arah tindakan dalam menghadapi masalah resistensi, permusuhan, dependensi, keengganan klien.
26.  Menerapkan gaya konseling yang menyenangkan dalam menghadapi klien tertentu.
27.  Mempertahankan pendekatan konseling pilihannya atas dasar pengalaman dan pengetahuannya sendiri.
28.  Merespon secara tepat ekspresi perasaan klien.

Konteks multikultural dalam konseling
29.  Memahami dan menyadari kekuatan konteks kultural dalam proses konseling.
30.  Mengidentifikasi dinamika psikologis (motivasi, kecemasan, orientasi nilai) dalam berbagai kontkeks subkultural.
31.  Mendeskripsikan dinamika sosiologis dalam berbagai konteks subkultural (keluarga, tradisi, bahasa, agama).
32.  Mengokohkan hubunga antar pribadi secara profesional dalam berbagai konteks subkultural.
33.  Memahami implikasi isu-isu sosial masa kini terhadap klien.
34.  Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi kepedulian dan konflik sosial.
35.  Mengintervensi sistem sosial dalam perannya sebagai agen perubahan.
36.  Menunjukkan kesadaran akan pengaruh faktor gender dalam pelayanan profesionalnya.
37.  Secara kritis menguji kekuatan dan kelemahan teknik dan metode konseling yang dilakukannya.
38.  Menyadari kesulitan dalam menghasapi isu-isu sosial.

Asesmen lingkungan
39.  Terampil menghimpun, dan menganalisi data/informasi individu.
40.  Mengakses faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mental.
41.  Memberi pengaruh terhadap kebijakan dan prosedur kelembagaan yang dapat menumbuhkna kesempatan bagi para anggotanya.
42.  Memahami organisasi formal dan informal dalam berbagai pola sistem sosial.
43.  Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan sistem sosial yang perlu diperbaiki.
44.  Mendeskripsikan hal-hal perkembangan yang relevan dengan masalah konseling individu.
45.  Mendeskripsikan dampak interaktif berbagai masalah perkembangan di dalam proses kelompok.

Asesmen individual
46.  Mengidentifikasi secara tepat kriteria dan sumber instrumen asesmen untuk pengukuran kelompok dan individual.
47.  Mengidentifikasi tes bakat, prestasi, kepribadian yang cocok untuk kepentingan sekolah dan lembaga lain sesuai dengan individu atau populasi yang akan dilayani.
48.  Mengembangkan instrumen asesmen untuk kepentingan pemahaman individu dalam konteks layanan bimbingan dan konseling.
49.  Menampilakn kecakapan mengadministrasikan instrumen tes baku sesuai dengan standar pelaksanaan tes.
50.  Menganalisis, mengorganisasikan, dan mensintesiskan hasil tes yang diperoleh dari tes baku baik secara verbal maupun tertulis.
51.  Mengaitkan hasil tes dengan tujuan, aspirasi, kecakapan dalingkungan klien.
52.  Menghimpin dan mensintesiskan informasi klien dengan menggunakan teknik asesmen nontes.
 
Proses dan strategi kelompok
53.  Menampilkan respon berikut terhadap :
§  Pemahaman empatik terhadap ekspresi maslah perasaan anggota.
§  Meningkatkan kesadaran anggota akan perasaannya dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi perilakunya.
§  Meningkatkan pemahaman anggota akan keadaan perasaan saat ini.
54.  Menampilkan ketepatan mengambil resiko sebagai pimpinan dan anggota kelompok dalam kelompok tertentu.
55.  Menganalisis aspek-aspek nonteknis proses kelompok dalam merespon keingintahuan anggota.
56.  Melakukan kegiatan konseling kelompok untuk menyampaikan informasi pribadi, pendidikan dan pekerjaa.
57.  Menilai secara kritis akan kekuatan dan kelemahan kepemimpinannya sendiri atas kelompok yang dibimbingnya.
58.  Memilih dan mempertahankan strategi intervensi kelompok yang dipilihnya.
59.  Mefasilitasi pertumbuhan pengambilan keputusan karir dalam berbagai kelompok usia dengan menyediakan informasi karir dan menerapkan teori perkembangan manusia.
60.  Memahami hakikat masalah ketrampilan belajar dan mengembangkan strategi yang tepat untuk penyembuhan dan pencegahan.

Layanan konsultasi dan mediasi
61.  Mendeskripsikan perilaku situasi konsultasi yang tepat dan memadai.
62.  Menyatakan rambu-rambu hubungan konsultatif.
63.  Melaporkan situasi dengan tingkatan pihak-pihak yang berkonsultasi.
64.   Menjelaskan metode atau prosedur untuk tindak lanjut perannya sebagai penyedia layanan konsultasi.

Riset dan konseling
65.  Mengidentifikasi rujukan yang bersumber pada hasil riset.
66.  Menganalisis hasil riset konseling, mengkaji hipotesis, keterbatasan dan kesimpulannya.
67.  Merancang riset, melaksanakan dan menggunakan hasilnya.
68.  Mengidentifikasi wilayah profesi konseling yang memerlukan riset untuk mendalaminya.
69.  Mengembangkan satu atau dua alternatif rancangan riset yang akan diterapkan dalam pemecahan masalah.
70.  Mengembangkan strategi riset-riset yang relevan untuk pengembangan diri, profesi, dan keberfungsian peran.
71.  Menterjemahkan/memanfaatkan hasil riset kedalam implikasi “praktis”.

Pemanfaatan teknologi informasi dalam konseling
72.  Memanfaatkan teknologi informasi sebagai sumber informasi bagi pengembangan diri dan kemampuan profesional.
73.  Terampil menggunakan perangkat teknologi informasi untuk layanan bimbingan dan konseling.
74.  Memanfaatkan teknologi informasi untuk layanan dan pengembangan profesionalnya dengan berpegang kepada standar etik.
75.  Mengkomunikasikan prosedur dan langkah kerja yang dipilihnya kepada klien atau populasi layanannya.

Manajemen dan sistem pendukung
76.  Mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti layanan bimbingan dan konseling.
77.  Mengorganisasikan dan mengalokasikan sumber daya (resources) bagi perkembangan individu.
78.  Merancang program pembelajaran dan pelatihan staf.
79.  Terampil mengajar dan melatih staf lain dalam konteks layanan profesinya.
80.  Mensupervisi dan mengevaluasi program pengajaran/pelatihan.
81.  Mampu memenej pekerjaan dan prosedur kerja.
82.  Mensupervisi dan mengevaluasi program layanan bimbingan dan konseling.
83.  Melaporkan proses dan layanan bimbingan dan konseling.

III.     KOMPETENSI SOSIAL

1.      Berkomunikasi efektif dalam interaksi dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
2.      Mengembangkan interaksi produktif.
3.      Mengembangkan, mengokohkan dan memelihara hubungan kolaboratif dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
4.      Memiliki kemampuan memahami orang lain.
5.      Mengembangkan hubungan dan jaringan kerja (net work) dengan berbgai pihak terkait.
6.      Memanifestasikan kepekaan dan toleransi terhadap perasaan manusia dalam berbagai setting interaksi.