PERTUMBUHAN FISIK
DAN
PERKEMBANGAN INTELEK PESERTA DIDIK REMAJA
Pada era globalisasi dan modernisasi
yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan salah satunya terhadap
usia rentan yakni masa remaja.[1][1] Remaja merupakan masa peralihan dari kanak – kanak menuju
dewasa, banyak perubahan yang akan dialami seorang peserta didik pada masa ini
yang menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif.
Peranan keluarga dalam pembinaan
generasi muda cukup dominan. Pembentukan perilaku positif yang harus
dimiliki oleh seorang warga negara yang baik, bermula dari keluarga. Djamaludin
Ancok (1995) yang dikutif dari buku Hendriati Agustiani menyatakan bahwa pada
saat ini pembinaan terhadap kaum remaja belum menemukan format yang maksimal,
maraknya tawuran, dan berbagai kenakalan remaja lainnya dianggap sebagai akibat
dari proses keterasingan dari kehidupan yang wajar. Salah satu akibatnya remaja
dapat terasing dari kasih sayang dan perhatian orang tua.[2][2] Umumnya orang tua dalam mendampingi anak mereka yang
tengah menginjak masa remaja, penuh dengan perasaan was-was.
Pertumbuhan pada setiap individu manusia berlangsung terus
menerus dan tidak dapat diulang kembali. Masa remaja merupakan masa yang rentan
terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang baik diakibatkan sikap mereka yang
suka mencoba-coba pada hal yang baru. Pada masa remaja terjadi
perubahan-perubahan fisik baik bersifat struktural maupun fungsinya, yang
berbeda antara remaja laki- laki dan remaja perempuan. Gejala-gejala perubahan
fisik remaja, mulai nampak ketika anak mulai memasuki masa awal remaja sebagai
bagian pertama dalam masa remaja secara keseluruhan. Perubahan fisik pada
remaja hampir selalu disertai dengan perubahan-perubahan dalam sikap dan
perilaku.[3][3]
Manusia memiliki perbedaan satu sama
lain dalam berbagai aspek, antara lain dalam bakat, minat, kepribadian, keadaan
jasmani, keadaan sosial dan juga inteligensinya. Perbedaan itu akan tampak jika
diamati dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Ada peserta didik yang
cepat, ada yang lambat dan ada pula yang sedang dalam penguasaan materi
pelajaran.
Ada siswa yang tingkah lakunya baik
dan ada pula siswa yang kurang baik.
Perbedaan individu dalam perkembangan intelek menunjuk kepada perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan individual peserta didik akan tercermin pada sifat-sifat atau ciri-ciri mereka dalam kemampuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan belajar, serta kualitas proses dan hasil belajar baik dari segi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.Perkembangan intelektual sebenarnya diperngaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri.
Perbedaan individu dalam perkembangan intelek menunjuk kepada perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan individual peserta didik akan tercermin pada sifat-sifat atau ciri-ciri mereka dalam kemampuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan belajar, serta kualitas proses dan hasil belajar baik dari segi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.Perkembangan intelektual sebenarnya diperngaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri.
1.
Definisi pertumbuhan, Perkembangan,
Intelek dan Remaja
a.
Definisi Pertumbuhan (growth)
Pertumbuhan (growth) merupakan sebuah istilah yang
lazim digunakan dalam biologi, sehingga pengertiannya lebih bersifat biologis.
menurut A.E. Sinolungan (1997), pertumbuhan menunjuk pada perubahan
kuantitatif, yaitu dapat dihitung atau diukur, seperti panjang atau berat
tubuh.[4][4]
Istilah “Pertumbuhan” cenderung menunjuk pada kemajuan
fisika atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan
kemudian menurun menuju keruntuhannya.
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih
besar dan lebih panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga
ia dewasa. Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur
dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolisme dalam
tubuh.[5][5]
b.
Definisi perkembangan (Development)
Mengutif dari pendapat Reni Akbar Hawadi (2001),
perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru, dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia, yang
diawali saat pembuahan dan berakhir dengan kematian.[6][6]
Jadi, perkembangan itu tidak berhenti pada satu titik namun
belajar sepanjang hayat.
c.
Definisi Intelek
Istilah intelek berasal dari bahasa Inggris intellect
yang menurut Chaplin (1981) diartikan sebagai : (1) Proses kognitif, proses
berpikir, daya menghubungkan, menilai,mempertimbangkan; (2) Kemampuan mental
atau intelegensi. Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek”
adalah akal budi atau intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan
hubungan dari proses berfikir.
Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah
orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat,
memahami masalahnya lebih cepat dan cermat,serta mampu bertindak cepat.
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin intelligere
yang berarti menghubungan atau menyatukan sama lain (Bimo Waalgito, 1981).
Menurut William Stern, salah seorang pelopor dalam
penelitian inteligensi, menyatakan inteligensi adalah kemampuan untuk
menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna dan pikiran guna
menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru (Kartini Kartono, 1984).
Sedangkan Leis Hedison Terman berpendapat bahwa inteligensi
adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak (Patty F, 1981). Di sini Terman
membedakan antara concrete ability yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan hal-hal yang bersifat konkret, dengan kemampuan yang bersifat
abstrak abstract ability. Orang dikatakan inteligen, menurut Terman,
jika orang tersebut mampu berpikir abstrak dengan baik.[7][7]
Menurut Wechler merumuskaan intelektual/intelligensi sebagai
"keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara
terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Intelegensi/intelektual bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu
fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan
kemampuan intelektual”.[8][8]
Berdasarkan beberapa pendapat para pakar, maka dapat
disarikan secara sederhana bahwa pengertian intelek tidak berbeda dengan
pengertian inteligensi yang memiliki arti kemampuan untuk melakukan abstraksi,
serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri
terhadap situasi baru.
d.
Definisi Remaja
Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang
berasal dari kata dalam bahasa latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia
= remaja),yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi
dewasa.[9][9]
Dalam berbagai buku psikologi terdapat perbedaan pendapat
tentang remaja, namun pada intinya mempunyai pengertian yang hampir sama.
Istilah yang digunakan untuk menyebutkan masa peralihan masa kanak-kanak dengan
dewasa, ada yang menggunakan istilah puberty (Inggris), puberteit (Belanda),
pubertasi (Latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi sifat dan tanda-tanda
kelaki-lakian dan keperempuanan. Ada pula yang menyebutkan istilah adulescento
(Latin) yaitu masa muda. Istilah pubercense yang berasal dari kat pubis yang
dimaksud pubishair adalah mulai tumbuhnya rambut disekitar kemaluan.
Istilah yang digunakan di Indonesia para ahli psikologi juga bermacam-macam pendapat tentang definisi remaja.
Istilah yang digunakan di Indonesia para ahli psikologi juga bermacam-macam pendapat tentang definisi remaja.
Disini dapat diajukan batasan remaja adalah masa peralihan
dari masa kanak-kanak dengan dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi
untuk memasuki masa dewasa.
Menurut Sartilo (1991), tidak ada profile remaja di Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagi suku, adat dan tingkat sosial-ekonomi, maupun pendidikan.
Menurut Sartilo (1991), tidak ada profile remaja di Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagi suku, adat dan tingkat sosial-ekonomi, maupun pendidikan.
Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia dapat digunakan
batasan usia 11-24 tahun.[10][10]
PEMBAHASAN
1. Pertumbuhan
Fisik Peserta Didik Remaja
Pada
saat remaja, berlangsung perkembangan fisik. Perkembangan ini ditandai
dengan bertambahnya tinggi dan berat badan, munculnya ciri-ciri kelamin
primer dan sekunder. Ciri-ciri kelamin primer berkenaan dengan perkembangan
alat-alat produksi, baik pada pria maupun wanita. Pada awal masa remaja anak
wanita mulai mengalami menstruasi dan laki-laki mimpi basah, dan pengalaman ini
merupakan pertanda bahwa mereka telah memasuki masa kematangan seksual. Pada
masa ini, remaja mengalami perkembangan kematangan fisik, mental, sosial, dan
emosi. Remaja memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar – kobar sedangkan
pengendalian diri belum sempurna.[11][11]
Sedangkan mengutif pendapat (Sarwono 1995), bahwa perubahan-perubahan
fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak
pada perubahan-perubahan psikologis[12][12].
Tak
dapat di sangkal dan memang itu adanya. Pertumbuhan fisik ini merupakan awal
dimana remaja mempunyai peran dan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, memanfaatkan
apa yang dimiliki sesuai perannya masing-masing, remaja dituntut untuk mampu
menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai dengan usianya . Saat
inilah masa remaja membutuhkan bimbingan dari orang-orang terdekat supaya tidak
terjerumus kepada hal-hal yang tidak diharapkan.
Untuk
lebih mengenal sosok remaja dilihat dari segi fisik akan diuraikan hal-hal yang
berkaitan dengan masa remaja diantaranya :
a.
Ciri-ciri Umum Masa Remaja
Adanya perubahan baikm di dalam maupun di luar dirinya
membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan
kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas
jaringan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman
sebaya dan lingkungan masyarakat lain.
Secara
umum masa remaja dibagi menjadi 3 (tiga ) bagian yaitu :
1.
Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada
masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha
mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang
tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik
serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2.
Masa remaja pertengahan ( 15-18
tahun)
Masa
ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya
masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu
mengarahkan mengarahkan diri sendiri (self-directed).
Pada
masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, membuat
keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin
dicapai. Selain ini penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3.
Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa
ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.
Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokalisional dan
mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk
menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi ciri tahap ini.[13][13]
b.
Proses Masa Remaja
Perubahan yang fundamental remaja bersifat universal
namun akibatnya pada individu sangat bervariasi. Sehingga dapat dikatakan
merupakan hal yangtidak mungkin untuk menggeneralisasikan tabiat remaja tanpa
mempertimbangkan lingkungan sekitar tempat mereka tumbuh.
Masa
remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang
memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa
remaja sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Proses
masa remaja dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Perubahan fisik
Ini
terjadi pada awal masa remaja atau masa pubertas, yaitu sekitar umur 11-15
tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria (Hurlock, 1973 ; 20-21).
2.
Perubahan emosionalitas
Terjadinya
perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja salah satunya terjadi sebagai
akibat perubahan fisik dan hormonal. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian
dan pengaturan baru atas prilakunya.
3.
Perubahan kognitif
Perubahan
kognitif yaitu perubahan dalam kemampuan berfikir.dalam tahapan ini bermula
pada umur 11 atau 12 tahun, kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini
memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak dan hipotesis, yang pada
gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan
kemungkinan lain untuk segala hal.
4.
Implikasi psikososial
Semua
perubahan yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat membawa akibat bahwa
fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Menurut Erikson
(1968), seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi
bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi
bermakna dan dimaknakan.[14][14]
2.
Perkembangan Intelek Peserta Didik
Remaja
Perkembangan
intelektual remaja ditandai dengan kemampuan berpikir jauh melewati
kehidupannya baik dalam dimensi ruang dan waktu, berpikir abstrak yaitu mampu
berpikir tentang ide – ide. Berpikir formal pada remaja ditandai dengan 3 hal
penting yaitu (1) Anak mulai mampu melihat kemungkinan –
kemungkinan (2) telah mampu berfikir ilmiah (3) mampu memadukan ide – ide
secara logis.
a.
Tahapan-tahapan Perkembangan
Intelek Remaja
Jean
Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, membagi perkembangan intelek/ kognitif
menjadi empat tahap :
1.
Tahap sensori-motoris (0-2 tahun).
Pada tahap ini segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan
aspek motorik. Melalui pematangan motoriknya, anak mengembangkan kemampuan
mempersepsi, sentuhan-sentuhan, gerakan-gerakan dan belajar mengkoordinasikan
tindakannya.
2. Tahap praoperasional (2-7
tahun).
Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan
kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif,
dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tapi oleh
unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari
orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
3.
Tahap operasional konkret (7-11 tahun).
Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas
konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Anak sudah dapat
mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain
dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif, sudah mulai memahami
hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu permasalahan, tetapi
masih harus dengan bantuan benda konkret dan belum mampu melakukan abstraksi.
4.
Tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Pada tahap ini sudah mampu melakukan abstraksi, memaknai
arti kiasa dan simbolik, dan memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat
hipotesis Remaja, seharusnya sudah berada pada tahap operasional formal dan
sudah mampu berpikir abstrak, logis, rasional serta mampu memecahkan
persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis. Oleh karena itu, setiap keputusan
perlakuan terhadap remaja sebaiknya dilandasi oleh dasar pemikiran yang masuk
akal sehingga dapat diterima oleh mereka.[15][15]
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan
intelek remaja
Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
individu terjadi perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok
psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu
sekitar 90% ditentukan oleh faktor hereditas dan pengaruh lingkungan, termasuk
didalamnya pendidikan, hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok
ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki hereditas intelektual unggul,
pengembangannya sangat mudah meskipun dengan intervensi lingkungan yang tidak
maksimal. Adapun individu yang memiliki hereditas intelektual rendah seringkali
intervensi lingkungan sulit dilakukan meskipun sudah secara maksimal.
Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin
bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar
80-85%, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap
perkembangan intelektual individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan
rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelektualnya
secara maksimal.
Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu,
perkembangan intelektual sebenarnya diperngaruhi oleh dua faktor utama, yaitu
hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak
terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan resultan dari
interaksi keduanya. Pengaruh faktor hereditas dan lingkungan terhadap
perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan berikut ini.
1.
Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki
sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak
telah membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berfikir setara normal,
di atas normal atau di bawah normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang
atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk
berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan
intelektual anak.
2.
Faktor Lingkungan
Ada dua unsur lingkungan yang
sangat penting peranannya dalam memengaruhi perkembangan intelek anak,
yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau
orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi
anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan
kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut,
memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan,
alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas
anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian.
b.
Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang
diberi tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan anak tersebut perkembangan
berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan
intelektual anak terletak di tangannya.
3. Perkembangan bahasa Peserta Didik Remaja
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan oleh seorang dalam pergaulannya atau hubungannya
dengan orang lain. bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu
penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan
berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan
orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif
yang berarti faktor intelek sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah banyak
belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari
kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat
dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh
lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan
kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri
khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui,
dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan
kaidah-kaidah yang benar.
Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala
ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan
sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam
masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak
(remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam
kelompok sebaya.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga
masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan
antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan
penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga
dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak
menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang
kasar. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih
baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak
remajanya juga berbahasa lebih baik.[16][16]
KESIMPULAN
Pada
hakikatnya pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam hal ini peserta didik,
tidak dapat dicegah karena akan terus berjalan secara alami. Yang terpenting
adalah bagaimana remaja tersebut dapat mengisi tahap demi tahap pertumbuhan dan
perkembangan mereka, baik perkembangan fisik, intelektual, emosi, bahasa, bakat
khusus, moral dan sikap, dengan hal positif dan bermanfaat.
Dibutuhkan
lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan, seperti orang
tua pada lingkungan rumah, Guru pada lingkungan sekolah dan lingkungan yang
lebih luas lagi yakni lingkungan masyarakat. Guru sebagai pendidik harus
mengarahkan, membimbing, mengontrol, dan memberikan saran dalam tiap tahap dan
gejala perkembangan remaja, serta dapat menjadi teladan yang baik dan menjadi
sumber inspirasi peserta didik remaja.
Masa
pertumbuhan fisik dan perkembangan intelek peserta didik remaja merupakan masa
dan tahapan yang menentukan kehidupan remaja dikemudian hari. Oleh karenanya
diperlukan sinergitas dari berbagai pihak terutama, orang tua, guru, lingkungan
masyarakat dan negara sebagai pemegang kebijakan.
[1][1] Hendriati Agustian, Psikologi
Perkembangan, pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan
penyesuaian diri pada remaja, 2006, hal ; 1
[6][6] Reni Akbar Hawari, Psikologi Perkembangan anak;mengenal
sifat,bakat dan kemampuan anak,Jakarta Grasindo, 2001
[9][9]Desmita ,Psikologi Perkembangan. Bandung ,
Remaja Rosdakarya, 2009 ; 189
[10][10] http://defauzan.wordpress.com/2009/04/15/makalah-perkembangan-fisik-dan-intelektual-remaja/kamis. 3-11-2011
[11][11] http://ariramayantirahayu.wordpress.com/2010/05/18/upaya-guru-dalam-mengatasi- perkembangaremaja/kamis.03-11-2011
[13][13] Hendriati Agustian, Psikologi Perkembangan, pendekatan
ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja,
2006, hal ; 28-29
By : Ilhamda Rizki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar