A. PENGERTIAN PELAJAR
Sebelum
menguraikan tentang pengertian pelajar ada baiknya akan diuraikan terlebih
dahulu tentang remaja. Dimana pelajar include di dalam remaja itu sendiri. Di
zaman dahulu kebanyakan anggota masyarakat menganggap bahwa anak adalah orang
dewasa ukuran kecil. Karena itu mereka di beri pakaian, tugas, tanggung jawab,
dan norma-norama seperti orang dewasa. Bahkan diadakan pula pernikahan masa
kanak-kanak. Walaupun hanya bersifat adat-istiadat belaka dan tentunya bukan
bersifat biologis. Istilah ” remaja” pada zaman itu tidak ditemukan. Karena
masyarakat beranggapan setelah habis masa kanak-kanak maka orang langsung
menjadi dewasa. Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan telah
berkembang dengan pesatnya, terutama psikologi dan ilmu pendidikan, maka
fase-fase perkembangan manusia telah diperinci dan ciri-ciri serta
gejala-gejala yang tampak pada setiap fase perkembangan itu dipelajari secara
mendalam. Di dalam fase-fase perkembangan itu, masa remaja merupakan massa
transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Remaja
merasakan bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi belum mampu memegang tanggung
jawab seperti orang dewasa. Karena itu pada masa remaja ini terdapat
kegoncangan pada individu remaja terutama di dalam melepaskan nilai-nilai yang
lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan. Hal ini
tampak dalam tingkah laku remaja itu sehari-hari, baik di rumah, di sekolah
maupun di dalam masyarakat.
Ada beberapa
ciri utama dari pada masa remaja atau pubertas yaitu :
Pertama, ciri
primer, yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi (
menarche) pertama pada anak wanita dan produksi cairan sperma pertama (
nocturnal seminal emisión ) pada anak laki-laki. Yang dimaksud dengan peristiwa
menarche ( menstruasi ) ahíla terjainya pendarahan pertama pada alat kelamin
wanita. Hal ini disebabkan karena kelenjar wanita ( ovarium ) mulai berfungsi
yaitu memasakkan sel telur ( ovum ) dan sel telur yang masak itu lalu
keluar dari indung telur ( ovarium ). Peristiwa ini dinamai ovulasi. Bila sel
telur ( ovum ) yang masak itu disalurkan ke saluran telur kemudian tidak
dibuahi maka ia akan keluar bersama darah, yang berasal dari permukaan rahim.
Menurut ilmu
kedokteran telur yang sedang masak itu menghasilkan statu zat hormon
bernama estrogen ( zat betina ) yang mengubah anak perempuan ini baik jasmaniah
maupun rohaniah. Pada peristiwa menarche ini anak wanita tidak mengalami
kesenangan malah lebih banyak mengalami gangguan seperti sakit perut, sakit
kepala, badan tidak enak, dan lain-lain.
Kedua ciri
sekunder, meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada kedua jenis kelamin itu.
Anak wanita mulai tumbuh buah dada, pinggul membesar, paha membesar karena
tumpukan zat lemak dan tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak. Pada anak
laki-laki terjadi peubahan otot, bahu melebar, suara mulai berubah, tumbuh
bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak serta kumis pada bibir. Disamping itu
terjadi pula pertambahan berat badan pada kedua jenis kelamin itu.
Ketiga, ciri
terrier, yang dimaksud dengan ciri tertier ahli ciri-ciri yang tampak pada
perubahan tingkah laku. Perubahan ituerat juga sangkut pautnya dengan perubahan
psikis, yaitu perubahan tingkah laku yang tampak seperti perubahan minat,
antara lain minat belajar berkurang, timbul minat terhadap jenis kelamin
lainnya, juga minat terhadak kerja menurun. Anak perempuan mulai sering
memperhatikan dirinya. Perubahan lain tampak juga pada emosi, pandangan hidup,
sikap dan sebaginya. Karena perubahan tingkah laku inilah maka jiwanya
selalu gelisah. Dan sering pula konflik dengan orang tua karena adanya
perbedaan sikap dan pandangan hidup. Kadang-kadang juga bertentangan dengan
lingkungan masyarakat dikarenakan adanya perbedaan norma yang dianutnya dengan
norma yang berlaku dalam lingkungan.
Dr. Zakiah
Daradjat ( 1978 ) mengungkapakan sebagai berikut :
” Remaja adalah usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia
kanak-kanak yang lemah dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum mampu ke
usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap
masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat
sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia
remaja, kaerna ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam
masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya.”
Di dalam
fase-fase perkembangan, kedudukan usia remaja dijelaskan oleh beberapa orang
ahli seperti :
a. Aristoteles :
membagi fase perkembangan manusia dalam 3 kali 7 tahun
0 -7 tahun
:
masa kanak-kanak
7 – 14
tahun : masa anak
sekolah
14 – 21
tahun : masa remaja/puberteit
b. Stanley Hall
masa remaja itu berkisar dari umur 15 tahun sampai dengan 23 tahun
c. Sedangkan
menurut DR. Zakiah Daradjat masa remaja itu lebih kurang antara 13 – 21 tahun
d. Pembagian
fase-fase perkembangan yang agak luas dijelaskan oleh Arthur T.Jersild cs.
Dalam bukunya ” Child Psychologi ” ( 1978 ) sebagai berikut :
x-0 tahun
: permulaan kehidupan ( masa konsepsi )
masa prenatal (
dalam kandungan )
proses
kelahiran
0-1
tahun
: masa bayi ( infancy )
1-5
tahun
: masa kanak-kanak ( early chilhood )
5-12
tahun
: masa anak-anak ( middle chilhood )
15-18
tahun : masa
remaja ( adolescence )
18-25
tahun : masa
dewasa awal ( pre adulthood )
25-45
tahun : masa
dewasa ( early adulthood )
45-55
tahun : masa
dewasa akhir ( late adulthood )
55-x tahun
: masa tua ( senescence ) dan akhir kehidupan
Dari beberapa penggolongan di atas
dapatlah dikatakan bahwa pelajar SLTA termasuk dalam katagori masa remaja yang
usianya kisaran 15 sampai dengan 18 tahun. Pelajar itu sendiri terdiri dari
beberapa tingkatan yaitu pelajar Sekolah Dasar yang usianya bekisar 6 tahun
sampai dengan 12 tahun, Pelajar Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar
13 tahun sampai dengan 15 tahun, dan pelajar Sekolah Menengah Atas yang usianya
berkisar antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun. Pelajar SLTA itu sendiri
adalah anak-anak yang usianya berkisar dari 16 tahun sampai dengan 18 tahun
yang memperoleh pendidikan formal di sekolah.
B. PERKELAHIAN ANTAR PELAJAR YANG MENGAKIBATKAN PENGANIAYAAN
1.
Pengertian
Perkelahian Antar Pelajar
Tindakan yuridis yang dilakukan oleh kepolisisan terhadap
para pelajar yang melakukan tindakan kriminal dapat diterima. Karena hal itu
bermanfaat untuk menciptakan rasa aman dan rasa terlindungi pada masyarakat
dari tindak kekerasan dan kekejaman mereka. Akan tetapi masih banyak pula para
pendidik, orang tua, dan sebagian besar anggota masyarakat termasuk pers,
menginginkan tindakan yuridis hendaknya didasari kearifan dengan
mempertimbangkan latar belakang filisofis, sosiologis, dan psikologis yang
telah menumbuhkan kerawanan perilaku menyimpang para pelajar.
Memahami latar
belakang itu tidak berarti ” memanjakan ” atau mencari-cari dalih untuk
melindungi para remaja, melainkanbertujuan menemukan usaha preventif yang
terintegrasi dan terprogram. Sehingga kasus-kasus kenakalan remaja salah
satunya perkelahian antar pelajar ini tidak hanya dipecahkan secara yuridis
belaka. Salah satu latar belakang ialah memahami eksistensi pelajar dan
bagaimana keadaan atau peranan bimbingan dan kinseling di sekolah.
Makna
eksistensi pelajar merujuk kepada pandangan humanistisk terhadap anak, yaitu
anak adalah makhluk kesatuan yang bermakna dan sebagai subjek yang memiliki
potensi untuk berkembang. Yaitu subjek yang dapat mengembangkan rasa tanggung
jawab terhadap keputusan dan perbuatannya. Tokoh-tokoh eksistensialisme seperti
Soren A. Kiekegaard ( 1834 ), Rollo May ( 1956 ), Victor E. Frankl ( 1963 ), telah
mengemukakan hal di atas, dan menekankan bahwa manusia itu adalah makhluk
” becoming ” ( berkembang ),
kompleks, dan dinamik dalam kesatuannya dan hubungannya dengan alam lingkungan
alam sekitarnya.
Pandangan di
atas mengimplikasikan bagaimana perilaku kita terhadap para pelajar, yaitu :
menciptakan situasi yang kondusif agar berkembang kearah yang bermanfaat bagi
dirinya, keluarga, bangsa dan negara.
Apabila
beberapa hal tersebut di atas tidak bisa kita laksanakan dengan baik maka akan
terjadi suatu pergolakan bagi pelajar itu sendiri yaitu kenakalan remaja.
Mengenai jenis kenakalan yang dikumpulkan oleh pemerintah melalui bakolak
Inpres 6/171 ialah sebagai berikut :
1.
Pencurian
2.
Penipuan
3.
Perkelahian
4.
Perusakan
5.
Penganiayaan
6.
Perampokan
7.
Narkotika
8.
Pelanggaran
Susila
9.
Pelanggaran
10. Pembunuhan
Dalam tulisan
ini penulis akan mengkaji kenakalan remaja yang termaksud pada poin 3 dan 5
yaitu Perkelahian yang mengakibatkan penganiayaan. Pengertian perkelahian
merupakan suatu tindakan dari kedua belah pihak yang secara bersamaan melakukan
penyerangan. Sedangkan penyerangang merupakan suatu tindakan yang mana
dilakukan oleh satu pihak saja.
Pengertian
antara perkelahian dan penyerangan dapat diadakan Perbedaan yaitu dalam
perkelahian serangan dari para pihak dilakukan secara bersamaan, sedangkan
pihak yang lainnya tidak. Perkelahian juga dapat dilakukan dengan penyerangan
diantara pihak yang memulai terjadinya perkelahian tersebut. Baik dalam
perkelahian maupu dalam penyerangan terlibat beberapa orang yang ikut serta,
demikian juga halnya dengan perkelahian antar pelajar yang melibatkan dari
kedua belah pihak.
Dilihat dari
jumlah orang atau pelajar yang ikut perkelahian massal atau ramai-ramai, dimana
para pelakunya remaja-remaja berseragam sekolah menengah ke atas. Dalam hal ini
perkelahian antar pelajar selain dilakukan secara bersamaan dari kedua belah
pihak juga dilakukan penyerangan oleh salah satu pihak kepada pihak yang
lainnya.
Yang dimaksud
dengan perkelahian menurut pasal 358 KUHP merupakan suatu penyerangan atau
perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang turut serta dalam perkelahian
tersebut, dengan demikian tidak disebutkan secara jelas apa yang dmaksud dengan
perkelahian. Perkelahian yang dilakukan bebrapa orang dalam hal ini perkelahian
antar pelajar tingkat SLTA.
Perkelahian
adalah merupakan suatu perbuatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum,
dimana perkelahian menunujukkan tindakan dari kedua belah pihak secara
bersamaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa perkelahian antar pelajar melibatkan
beberapa orang pelajar yang turut serta baik dalam perkelahian maupun dalam
penyerangan.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas menurut pasal 358 KUHP menyatakan :
”
Barangsiapa dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian
yang dilakukan oleh beberapa orang, maka selain dari tanggungannya
masing-masing atas perbuatan yang istimewa dilakukannya :
1.
Dengan pidana
penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, jika penyerangan atau
perkelahian itu hanya berakibat ada orang yang luka berat.
2.
Dengan pidana
penjara selama-lamanya empat tahun jika penyerangan atau perkelahian itu
berakibat ada orang yang mati ”.
Ikut
serta dalam penyerangan atau perkelahian berdasarkan pasal 358 KUHP ini berarti
perbuatan itu harus merupakan suatu tindakan secara nyata dalam penyerangan
atau perkelahian bukan karena terpaksa turut serta dalam penyerangan atau
perkelahian dengan maksud memisahkan kedua belah pihak yang berkelahi.
Apabila sebelum
ada akibat luka berat atau matinya orang timbul beberapa peserta menghentikan
perbuatannya maka peserta tersebut tetap harus mempertanggungjawabkan atas
perbuatan turut serta tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud
dengan tindakan pidana penyerangan atau perkelahian oleh pasal 358 KUHP ini
semata-mata ikut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang menimbulkan luka
berat atau matinya orang lain. Maka peran peserta tidak dapat dikenakan pasal
358 KUHP ini. Akan tetapi sebaliknya apabila dalam penyerangan atau perkelahian
itu dapat dibuktikan atau diketahui siapa diantara peserta itu menyebabkan luka
berat atau matinya orang lain dalam perkelahian, maka mereka itu selain
dituntut menurut pasal 358 KUHP dikenakan pula ketentuan-ketentuan penganiayaan
dan pembunuhan yang ia lakukan dan peserta yang lainnya yang turut serta hanya
dipersalahkan terhadap penyerangan atau perkelahian yang mengakibatkan luka
berat atau matinya orang lain.
Dari uraian
tersebut di atas, maka dapat dikatakan perkelahian antar pelajar adalah suatu
perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang pelajar yang dilakukan secara
beramai-ramai ( massal ), baik perbuatan tersebut dilakukan secara memukul,
menendang, menusuk dengan pisau tumpul dan benda tajam yang mana semua itu
dapat mengakibatkan rasa derita pada orang lain yang menjadi korban.
2. Pengertian Penganiayaan
Dilihat dari
isi KUHP, penganiayaan termasuk tindak pidana yang ketentuan tersebut diatur
dalam pasal 351 KUHP. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut jenis
tindak pidana tersebut adalah tindak pidana penganiayaan dalam bentuk pokok.
Sedangkan
penganiayaan itu sendiri berdasarkan pasal 351 KUHP terdiri atas :
1.
Penganiayaan
biasa
2.
Penganiayaan
ringan
3.
Penganiayaan
berencana
4.
Penganiayaan
berat
5.
Penganiayaan
berat berencana
6.
Penganiayaan
terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
Apabila dibandingkan
dengan perumusan tentang tindak pidana lain dalam KUHP, maka perumusan tentang
tindak pidana penganiayaan biasa merupakan perumusan yang paling singkat dan
sederhana. Ketentuan pasal 351 KUHP hanya menyebutkan kualifikasinya saja tanpa
menguraikan unsur-unsurnya. Oleh karena pasal 351 hanya menyebutkan
kualifikasinya saja maka berdasarkan rumusan pasal 351 KUHP tersebut
tidak jelas perbuatan seperti apa sebenarnya yang dimaksud.
Sebagaimana
kelaziman yang berlaku dalam hukum pidana, di mana terhadap rumusan tindak
pidana yang hanya menyebutkan kualifikasinya biasanya ditafsirkan secara
historis, maka penafsiran terhadap pasal 351 KUHP tersebut juga antara lain
ditempuh berdasarkan metode penfsiran historis.
Untuk
memberikan gambaran awal tentang perbuatan yangdirumuskan dalam pasal 351 KUHP
di atas, akan dikutipkan ketentuan dalam pasal tersebut. Pasal 351 KUHP secara
tegas merumuskan :
(1) Penganiayaan
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau
denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah
(2) Jika perbuatan
itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama lima tahun
(3) Jika perbuatan
itu mengakibatkan matinya orang, maka yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun
(4) Dengan
penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja
Berdasarkan
rumusan ketentuan pasal 351 KUHP di atas terlihat, bahwa rumusan tersebut tidak
memberikan kejelasan tentang perbuatan seperti apa yang dimaksudkan. Ketentuan
pasal 351 KUHP di atas hanya merumuskan kualifikasinya dan pidana yang
diancamkan. Tindak pidana dalam pasal 351 KUHP dikualifikasikan sebagai
penganiayaan.
Rumusan awal
pasal 351 KUHP yang diajukan menteri Kehakiman Belanda ke Parlemen pada saat
itu terdiri dari 2 rumusan, yang pada intinya memberi batasan sekaligus
menguraikan unsur-unsur perbuatan panganiayaan, yaitu :
1.
Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau
penderitaan pada tubuh orang lain,
Rumusan awal
pasal 351 KUHP yang diajukan Menteri Kehakiman di atas sebenarnya cukup memberikan
kejelasan tentang apa yang dimaksud penganiayaan. Oleh karena dalam rumusan
tersebut sudah memuat unsur-unsur baik perbuatan maupun akibat. Namun parlemen
mengajukan keberatan atas rumusan yang diajukan oleh menteri kehakiman tersebut
dengan alasan bahwa istilah rasa sakit atau penderitaan tubuh memuat pengertian
yang sangat bias atau kabur. Atas keberatan itulah, maka rumusan pertama
diajukan menteri kehakiman tersebut diubah hanya dengan menyebut penganiayaan
saja sebagaimana yang terdapat dalam pasal 351 KUHP sekarang.
Perumusan pasal
351 KUHP yang hanya menyebut kualifikasinya saja, yaitu penganiayaan didasarkan
atas pertimbangan, bahwa semua orang dianggap sudah mengerti apa yang dimaksud
dengan penganiayaan.
Sementara dalam
ilmu pengetahuan hukum pidana atau doktrin, penganiayaan diartikan sebagai
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka
pada tubuh orang lain.
3. Akibat yang timbul dari perkelahian antar pelajar
Perkelahian adalah
merupakan suatu penyakit dalam masyarakat dan mengenai perkelahian antar
pelajar tingkat SLTA yang mana akibatnya tidak hanya mengganggu bagi keamanan
dan ketertiban umum melainkan juga membahayakan bagi pelajar itu sendiri.
Apabila tidak segera mendapatkan perhatian dan penanggulangannya maka dampaknya
akan lebih buruk lagi. Ada akibat-akibat yang ditimbulkan dari perkelahian
antar pelajar itu antara lain :
a. Akibat Bagi Pelajar
Perkelahian
dikalangan pelajar merupakan suatu tingkah laku yang tidak pantas bagi seorang
pelajar dan tingkah laku itu merupakan penyimpangan dari tingkah laku seorang
pelajar. Perkelahian yang dilakukan secara massal dari kedua belah pihak yang
berlainan sekolah atau kelas dan dalam perkelahian itu tidak hanya menggunakan
tangan kosong tetapi juga menggunakan senjata tajam dan benda keras.
Melihat dari
benda atau alat yang digunakan dalam perkelahian itu maka sudah dapat diduha
akibat yang ditimbulkan dari perkelahian itu antara lain luka yang dialami
salah satu pelajar yang ikut serta dalam perkelahian antar pelajar tersebut.
Sehubungan
dengan akibat yang ditimbulkan dari perkelahian antar pelajar menurut pasal 351
KUHP :
(1) Penganiayaan
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah
(2) Jika perbuatan
itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama lima tahun
(3) Jika perbuatan
itu mengakibatkan matinya orang, maka yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun
(4) Dengan
penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja
b. Akibat bagi keluarga
Dengan turut
serta anak-anak terlibat langsung dalam perkelahian antar pelajar yang kemudian
ternyata mendapatkan tindakan dari pihak kepolisian, pimpinan sekolah atau dari
masyarakat sekitarnya, maka akibatnya akan menimbulkan problema bagi keluarga
atau orang tuanay berupa : teguran dari pihak pimpinan sekolah dan warga
masyarakat sekitarnya serta peringatan dari pihak kepolisian.
c.
Akibat bagi sekolah
Jika
perkelahian antar pelajar itu ternyata akan membawa nama sekolah bahkan terjadi
di lingkungan sekolah maka akan membawa dampak negatif bagi sekolah tersebut
berupa :
1.
Kerugian
materiil yang mungkin timbul seperti rusaknya gedung sekolah maupun peralatan
lain akibat dari pelemparan benda dari pihak lain.
2.
Kerugian yang
menyangkut nama baik sekolah dalam masyarakat maupun aparat keamanan, yakni
timbulnya kesan sekolah urakan dan menjadi pengawasan dari pihak yang berwajib.
d. Akibat bagi masyarakat
Akibat yang
langsung dialami oleh masyarakat dari perkelahian antar pelajar itu adalah
terganggunya ketertiban dan keamanan di lingkungan sekitarnya. Kemudian apabila
frekuensi kenakalan remaja dan perkelahian antar pelajar demikian tinggi maka
tidak mustahil kindisi dan situasi lingkungan masyarakat yang rawan yang
memungkinkan timbulnya bibit baru remaja yang nakal.
Setelah diketahui
akibat yang ditimbulkan dari perkelahian antar pelajar maka perlu segera
ditanggulangi perkelahian itu oleh pihak sekolah, masyarakat maupun aparat
keamanan sebelum menimbulkan akibat yang lebih parah lagi.
C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERKELAHIAN ANTAR PELAJAR
Suatu tingkah
laku tidak disebabkan oleh satu faktor saja melainkan dapat oleh berbagai
faktor. Beberapa faktor tersebut adalah :
1. Faktor yang ada di dalam diri pelajar sendiri
a.
Lemahnya
Pertahanan Diri
Adalah faktor
yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap
pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Jika ada pengaruh negatif berupa
tontonan negatif, bujukan negatif seperti pecandu dan pengedar narkoba,
ajakan-ajakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif, sering tidak bisa
menghindar dan mudah terpengaruh. Akibatnya pelajar itu terlibat ke dalam
kegiatan-kegiatan negatif yang membahayakan dirinya dan masyarakat.
b.
Kurangnya
Kemampuan Dalam Menyesuaikan Diri
Keadaan ini
amat terasa di dunia pelajar. Banyak ditemukan pelajar yang kurang
pergaulan. Inti persoalannya adalah ketidak mampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan sosial,dengan mempunyai daya pilih teman bergaul yang membantu
pembentukan perilaku positif. Anak-anak yang terbiasa dengan pendidikan kaku
dan dengan disiplin ketat di keluarga menyebabkan masa remajanya juga kaku
dalam bergaul, dan tidak pandai memilih teman yang bisa membuat dia berkelakuan
baik. Yang terjadi adalah sebaliknya yaitu, para pelajar salah bergaul. Hal ini
bisa terjadi karena teman-temannya menghargainya. Karena mendapat penghargaan
di kelompok geng nakal, pelajar itupun akan ikut nakal.
c.
Kurangnya
Dasar-dasar Keimanan di Dalam Diri Pelajar
Masalah agama
merupakan suatu yang sangat krusial bagi seorang pelajar. Karena agama
merupakan benteng diri pelajar dalam menghadapi berbagai cobaan yang datang
padanya sekarang dan masa yang akan datang.
Sekolah dan
orang tua harus bekerja sama bagaimana memberikan pendidikan agama secara
baik, mantap, dan sesuai dengan kondiri pelajar saat ini.
2. Faktor Keluarga
Keluarga
merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama penyebab kenakalan remaja
salah satunya yaitu perkelahian antar pelajar ini. Hal ini disebabkan karena
anak itu hidup dan berkembang permulaan sekali dari pergaulan keluarga yaitu
hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan
anggota keluarga lai yang tinggal bersama-sama. Keadaan keluarga yang besar
jumlah anggotanya berbeda dengan keluarga kecil. Bagi keluarga besar pengawasan
agak sukar dilaksanakan dengan baik, demikian juga menanamkan disiplin terhadap
masing-masing anak. Berlainan dengan keluarga kecil, pengawasan dan disiplin
dapat dengan mudah dilaksanakan. Disamping itu perhatian orang tua terhadap
masing-masing anak lebih mudah diberikan, baik mengenai akhlak, pendidikan di
sekolah, pergaulan dan sebagainya. Kalau kita berbicara keadaan ekonomi, tentu
bagi keluarga besar dengan penghasilan yang sedikit akan repot, karena
membiayai kehidupan yang pokok-pokok saja agak sulit apalagi untuk biaya
sekolah dan berbagai kebutuhan lain. Karena itu sering terjadi pertengkaran
diantara istri dan suami karena masalah ekonomi keluarga, yang menyebabkan
kehidupan keluarga menjadi tidak harmonis lagi dan pada gilirannya mempengaruhi
tingkah laku anak kearah negatif.
DR. Sofyan S.
Wilis, M.Pd dalam bukunya Remaja dan masalahnya mengemukakan beberapa faktor
keluarga yang sangat mempengaruhi terhadap kenakalan remaja yaitu : ” a. Anak
kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua ; b. Lemahnya
keadaan ekonomi orang tua ; c. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis ”
Bertitik tolak
dari uraian tersebut di atas bahwa keadaan keluarga sangatlah memegang peranan
penting dalam pembantukan kepribadian si anak dalam bertingkah laku.
Menurut Ruth S.
Cava. Ada tiga alasan timbulnya kejahatan atau kenakalan remaja yang diarahkan
kepada lingkungan keluarga yaitu :
” 1.
Bahwa lingkungan keluarga adalah suatu kelompok masyarkat yang
pertama-tama dihadapi oleh setiap anak-anak, oleh karena itu maka lingkungan
tersebut memegang peranan utama sebagai permulaan pengalaman untuk menghadapi
masyarakat yang lebih luas lagi.
2.
Bahwa lingkungan keluarga merupakan suatu lembaga yang bertugas
menyiapkan kepentingan sehari-hari lagipula melakukan pengawasan terhadap
anak-anak,
3.
Bahwa lingkungan pertama merupakan kelompok pertama yang dihadapi
oelh anak, karena itu ia menerima pengaruh emosional dari lingkungan itu.
Kepuasan atau kekecewaan, rasa cinta dan benci akan mempengaruhi watak anak,
mulai dibina dalam lingkungan itu dan akan bersifat menentukan untuk masa-masa
mendatang ”
Dalam masalah
kenakalan remaja khususnya mengenai perkelahian antar pelajar, rumah tangga
menjadi sorotan utama, pengaruh-pengaruh buruk dalam lingkungan keluarga dapat
menodorong anak remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, diantara
pengaruh itu termasuk kondisi keluarga seperti antara lain :
1.
Kemiskinan dan
jumlah anggota yang besar
2.
Rumah tangga
yang berantakan karena kematian salah satu dari orang tua, perpisahan ibu dan
ayah, perceraian atau karena melarikan diri dari rumah
3.
Kurangnya
kemanan jiwa disebabkan orang tua yang terus bertengkar
4.
Tidak terdapt
persesuaian pendidikan, disiplin dan tujuan hidup yang dicita-citakan oleh
orang tua untuk anaknya
5.
Orang tua tidak
menaruh perhatian terhadap anak, tidak sempat menanamkan kasih sayang, dan
tidak pula dapat menyatakan penghargaan atas prestasi yag diperoleh anak di
sekolah.
Dari pernyataan
di atas dapat dimengerti betapa pentingnya peranan orang tua terhadap
pendidikan anaknya, karena orang tualah yang memberikan dasar yang fundamnetal
terhadap pendidikan anak. Tidak adanya orang tua yang membimbing anak atau
orang tua yang mengabaikan pendidikan anak yang mengakibatkan anak tidak tahu
mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh
dikerjakan. Apabila ini tidak dapat dipenuhi maka kemungkinan besar seorang
anak akan menjadi nakal.
Tidak hanya
kurangnya perhatian orang tua dan keadaan keluarga yang tidak harmonis saja
yang menjadi faktor penyebab kenakalan remaja, tetapi juga perhatian orang tua
yang berlebihan di dalam keluarga juga mempunyai pengaruh yang tidak baik
terhadap perkembangan anak dalam pembentukan kepribadian dan bertingkah laku,
ia menjadi nakal dan melakukan perbuatan-perbuatan yang a susila.
Bila orang tua
terlalu banyak melindungi dan memanjakan serta menghindarkan mereka dari
berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak menjadi rapauh dan
mereka selalu bergantung pada bantuan orang tua serta merasa cemas, bimbang dan
ragu. Kepercayaan diri menjadi hilang tanpa bisa menemukan motivasi yang kuat
untuk hidup. Sebagai akibatnya adakalanya anak melakukan identifikasi total
terhadap kelompoknya dan tidak sadar melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang
mana akibatnya tudak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga mengganggu
ketertiban dan keamanan umum seperti suka berkelahi.
3. Faktor Lingkungan Yang Tidak Kondusif
Pengaruh sosial
dan kultur memegang peranan yang besar dalam menentukan perkembangan seorang
anak dalam bertingkah laku. Kenakalan pada remaja dimana dalam hal ini mereka
sangat terpengaruh oleh keadaan sosial yang buruk sehingga si anak menjadi
nakal. Pengaruh lingkungan pergaulan yan buruk ditambah kontrol sosial dan
kontrol diri yang semakin lemah maka dapat mempercepat pertumbuhan
kelompok-kelompok anak nakal yang suka melakukan kegiatan-kegiatan yang
bertentangan dengan hukum sepert beramai-ramai atau secara massal.
Milieau atau
lingkungan sekitar tidak selalu baik, dan menguntungkan bagi pendidikan dan
perkembangan anak, lingkungan yang ada kalanya dihuni oleh orang dewasa
serta anak-anak muda kriminil dan anti sosial yang bisa merangsang timbulnya
reaksi emosional buruk bagi anak-anak remaja atau pelajar yang masih labil
jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh pola tingkah
laku kriminal, a susila dan anti sosial.
Kelompok orang
dewasa yang kriminil dan a susila tersebut itu sangat berpengaruh terhadap anak
remaja khususnya pelajar yang berada di lingkungan tersebut untuk berbuat dan
bertingkah laku seperti meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang dewasa yang
anti soial dan kriminal, seperti sering membuat keributan dan senang berkelahi.
4. Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah
merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga. Karena itu ia cukup
berperan dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab.
Khusus mengenai tugar kurikuler, maka sekolah berusaha memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan kepada anak didiknya sebagai bekal untuk kelak jika anak telah
dewasa dan terjun ke masyarakat. Akan tetapi tugas kurikuler saja tidaklah
cukup untuk membina anak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Karena
itu sekolah bertanggung jawab pula dalam kepribadian anak didik. Dalam hal ini
peranan guru sangat diperlukan sekali. Jika kepribadian guru buruk, dapat
dipastikan akan menular kepada anak didik.
Hal ini dikatakan oleh ahli psiko higenis yaitu Bernard ( 1961;113 ) sebagai berikut :
” Teacher personality is contagious, if he is tense, irritable, dominating
or careless, the pupil will show the evidence of tension, crossness, and lack
of social grace and will produce slovenly work “. Jelas sekali bahwa
perilaku guru yang buruk seperti tegang, marah, mudah tersinggung, menguasai
murid, maka para murid akan tertular oleh sifat dan perilaku guru tersebut.
Mengenai hal ini, Mc. Donald mengemukakan sebagai berikut :
“ Sekolah adalah lingkungan yang khusus untuk mengubah tingkah laku secara
menetap dalam hubungannya dengan seluruh perkembangan pribadinya sebagai
anggota masyarakat “
Dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan itu,
kadang-kadang seklah juga penyebab dari timbulnya kenalan remaja . Hal ini mungkin
bersumber dari guru, fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku, kekompakan
guru dan suasana interaksi antara guru dan murid perlu menjadin perhatian
serius. Ada bebapa factor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah yang tidak
menyenangkan seorang anak pelajar.
a. Faktor Guru
Dedikasi guru
merupakan pokok terpenting dalam tugas mengajar. Guru yang penuh dedikasi
berarti guru yang ikhlas dalam mengerjakan tugasnya. Bila terjadi kesulitasn di
dalam tugasnya, ia tidak mudah mengeluh dan mengalah. Melainkan dengan penuh
keyakinan diatasinya semua kesulitan tersebut. Berlainan dengan guru yang tanpa
dedikasi. Ia bertugas karena terpaksa, sebab tidak ada lagi pekerjaan lain yang
mampu dikerjakannya. Akibatnya ia mengajar adalah karena terpaksa dengan motif
mencari uang. Guru yang seperti ini mengajarnya asal saja, sering bolos, tidak
berminat meningkatkan pengetahuan keguruannya. Akibatnya murid-murid yang
menjadi korban, kelas menjadi kacau, murid-murd berbuat seenaknya saja di dalam
kelas dan hal seperti inilah yang merupakan sumber kenakalan, sebab guru tidak
memberikan perhatian yang penuh kepada tugasnya.
Kehidupan
sekolah telah pula direkayasa untuk mengejar ketinggalannya dalam perkembangan
ilmu dan teknologi. Pertama, kurikulum dirombak sedemikian rupa dengan tujuan
agar tercapai para lulusan sekolah yang berkualitas. Kenyataannya, pengertian
kualitas itu adalah tingginya tingkat intelektual atau kecerdasan yang diukur
dengan hasil belajar dalam bidang seni. Para siswa direkayasa agar belajar
keras untuk mengejar target kurikulum. Suasana belajar menjadi sangat
intelektualistis yaitu lebih menghargai anak yang pandai. Guru terperangkap
dalam sistem birokrasi sekolah sehingga mengajarnya cenderung mekanistik yang
mementingkan tercapainya target kurikulum. Untuk mencapai tujuan itu, siswa
perlu dikontrol dengan memperketat terlaksananya aturan sekolah, bahkan
meningkatkan sistem keamanan sekolah dengan adanya Satpam, bagian keamanan dan
piket guru, dan dibantu oleh bagian keamanan dari siswa.
b. Guru Pembimbing/BK
Peran guru
sebagai pembimbing merupakan dambaan dari setiap siswa. Kenakalan remaja
bersumber pada hilangnya makna keberadaan diri siswa ditengah galau pembangunan
di segala bidang. Rasa keterasingan, frustasi, konflik dan stress berkecamuk
pada diri mereka, dan penyalurannya adalah kenakalan. Jika guru pembimbing/BK
mampu melaksanakan harapan siswa yakni mengutamakan membimbing daripada
mengajar, besar kemungkinan kenakalan dapat dikurangi. Sebagai pembimbing, guru
harus memnuhi syarat kepribadian, dan sedikit ilmu tentag pribadi siswa, serta
kemampuan berkomunikasi atau keterampilan konseling.
Mengenai
kemampuan guru dibidang bimbingan dan konseling ( BK ) masih memprihatinkan.
Kebanyakan mereka beranggapan bahwa BK itu adalah urusan guru yang dikhususkan
dibidang tersebut, yaitu guru BK. Berhubung guru BK amat terbatas
jumlahnya,maka jalan keluar adalah : semua guru harus berperan sebagai
pembimbing.
Guru BK juga harus
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pembimbing yang profesional
dalam menghadapai berbagai kemelut yang terjadi pada setiap pribadi siswa,
tanggap dalam mencari solusi terhadap permasalahan siswa tersebut serta membuat
suatu program kerja secara kontinyu dalam pembinaan siswa agar kondisi anak
terpantau. Bukan hanya sekedar menjalankan tugas saja namun keberadaannya sama
sekali tidak dirasakan oleh para pelajar tersebut.
c.
Fasilitas Pendidikan
Kurangnya
fasilitas pendidikan menyababkan penyaluran bakat dan keinginan pelajar
terhalang. Bakat dan keinginan yang tidak tersalur pada masa sekolah , mungkin
akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan yang negatif. Misalnya bermain
di jalanan umum, di pasar, di mall dan sebagainya yang mungkin akan
berakibat buruk terhadap anak. Kekurangan fasilitas pendidikan yang lain
seperti alat-alat pelajaran, alat-alat praktik, alat kesenian dan olagraga,
juga dapat merupakan sumber gangguan pendidikan yang juga mengakibatkan
terjadinya berbagai tingkah laku negatif pada anak didik.
D. UPAYA PENANGGULANGANNYA
Perkelahian
antar pelajar yang mana dilihat dari perkelahian tersebut telah melebihi dari
toleransi perbuatan seorang anak remaja, maka dari itu perlu diambil
upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi dari perkelahian antar pelajar
tersebut agar akibat yang ditimbulan tidak lebih parah lagi, yang korbannya
tidak hanya pelajar saja tetapi masyarakat sekitar.
Sebagai upaya
untuk menanggulangi perkelahian antar pelajar tersbut ada beberapa tindakan
yangdapat dilakukan yaitu :
1. Upaya Preventif
Yang dimaksud
dengan upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis,
berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Upaya
preventif lebih besar manfaatnya daripada upaya kuratif, karena jika kenakalan
itu sudah meluas, amat sulit menanggulanginya. Banyak bahayanya kepada
masyarakat, mengamburkan biaya, tenaga dan waktu, sedang hasilnya tidak
seberapa. Berbagai upaya preventif dapat dilakukan , tetapi garis besarnya
dapat dikelompokkan atas tiga bagian yaitu :
a. Di lingkungan keluarga
1. Orang
tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama
Artinya membuat
suasana rumag tangga atau keluarga menjadi kehidupan yang bertaqwa dan taat
kepada Allah di dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan
sholat berjamaah, pengajian Al-Qur’an, keteladanan akhlak mulia, ucapa-ucapan
serta do’a-do’a tertentu misalnya mengucapkan salam ketika akan masuk rumah dan
pergi.
2.
Menciptakan
kehidupan keluarga yang harmonis
Dimana hubungan
antara Ayah, Ibu dan anak tidak terdapat percekcokan atau pertentangan. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan waktu terluang untuk berkumpul
bersama anak-anak misalnya diwaktu makan bersama. Di waktu makan bersama itu
sering keluar ucapan-ucapan dan keluhan-keluhan anak secara spontan.
Spontanitas itu amat penting bagi orang tua sebagai bahan pertimbangan untuk
memahami diri anak-anaknya.
3.
Adanya
kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu dan keluarga lainnya di
rumah tangga dalam mendidik anak-anak
Perbedaan norma
dalam cara mengatur anak-anak akan menimbulkan keraguan mereka dan pada
gilirannya menimbulkan sikap negatif pada anak dan remaja.
4.
Memberikan
kasih sayang secara wajar kepada anak-anak
Kasih sayang
yang wajar bukan lah dalam rupa materi berlebihan,akan tetapi dalam bentuk
hubugan psikologis dimana orang tia dapat memahami perasaan anaknya dan mampu
mengantisipasinya dengan cara-cara eduaktif.
5.
Memberikan
perhatian yang memadai terhadap kebutuhan anak-anak
Memberikan
perhatian kepada anak berarti menumbuhkan kewibawaan pada orang tua dan
kewibawaan akan menimbulkan sikap kepenurutan yang wajar pada anak didik. Sikap
kepenurutan yang wajar itu akan menimbulkan kata hati pengganti dalam diri
anak. Kata hati pengganti adalah hasil didikan yang berwibawa pada diri
anak, dimana anak akan melakukan hal-hal yang diinginkan orang tua jika
berpisah jauh dengan orang tua maka anak akan ingat selalu upaya yang diajarkan
dan dipesankan oleh orang tua mereka.
6.
Memberikan
pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat
Hal-hal yang
perlu diawasi ialah teman-teman bergaulnya, dispilin waktu, pemaikaian uang dan
ketaatan melakkan ibadah kepada Tuhan. Mengenai teman bergaul banyak
hubungannya dengan berhasil tidaknya upaya orang tua mendidik anak. Sebab jika
teman bergaul anak adalah orang yang baik maka upaya mendidik akan berhasil
baik, sebaliknya jika teman bergaulnya adalah anak-anak yang nakal, maka upaya
kita mendidik anak akan gagal karena pergaulan yang kurang sehat akan merusak
upaya pendidikan.
b. Di lingkungan sekolah
a.
Guru hendaknya memahami
aspek-aspek psikis murid
Untuk memahami
aspek-aspek psikis murid, guru sebaiknya memiliki ilmu-ilmu tertentu antara
lain : psikologi perkembangan, bimbingan dan konseling, serta ilmu mengajar (
didaktik – metodik ). Dengan adanya ilmu-ilmu tersebut maka teknik pemahaman
individu murid akan lebih objektif sehingga memudahkan guru memberikan bantuan
kepada murid-muridnya.
b.
Mengintensifikasikan
pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama yang ahli dan berwibawa serta
mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya
Hal ini perlu
diperhatikan, karena ada sebagain guru agama yang merasa rendah diri jika ia
mengajar di sekolah umum, apalagi jika sekilah umum itu adalah sekolah yang
agak baik dalam fasilitas dan mutu. Rasa rendah diri itu disebabkan
berbagai hal antara lain : pendidikan yang kurang, pergaulan yang tidak luas,
kurang memahami peranan agama bagi pembinaan manusia. Jika guru agama bermutu
dan memiliki keterampilan maka pelajaran agama akan efektif dan efesien dalam
rangka membantu tercapainya tujuan pendidikan.
c.
Mengintensifikasikan
bagian Bimbingan Konseling di sekolah dengan cara mengadakan Tenaga ahli atau
menatar guru-guru untuk mengelola bagian ini
Hal ini
dimaksudkan agar jangan lagi terjadi adanya guru pembimbing ( guru BK ) di
sekolah dianggap oleh murid-murid sebagao polisi sekolah yang kerjanya hanya
mengawasi dan membuntuti segala kelakuan murid-murid, bahkan guru BK sering
mengancam dan memahami murid. Anggapan ini timbul karena kesalahan guru BK
sendiri. Kebanyakan guru BK bukan dari sarjana atau sarjana muda yang
dididik di jurusan BK, melainkan sembarang guru yang mau duduk di bidang
itu. Hal ini terjadi karena bidang BK dianggap sama seperti pekerjaan mengajar
mata-mata pelajaran lainnya. Dan bahkan lebih mudah dari pekerjaan lainnya.
Apalagi jika anggapan sepele itu terjadi pada kepala sekolah dan guru-guru
lainnya.
d.
Adanya kesamaan
norma-norma yang dipegang oleh guru-guru
Hal ini akan
menimbulkan kekompakan dalam membimbing murid-murid. Adanya kekompakan
itu akan menimbulkan kewibawaan guru di mata murid-murid, dan sekaligus
memperkecil timbulnya kenakalan.
e.
Melengkapi
fasilitas pendidikan
Yaitu seperti
gedung, laboratorium, mesjid, alat-alat pelajaran, alat-alat olah raga dan
kesenian, alat-alat ketrampilan, dan sebagainya. Dengan lengkapnya fasilitas
tersebut akan dapat digunakan untuk mengisi waktu terluang misalnya selama
libur sekolah. Di samping itu dapat pula menembangkan bakat murid-murid dalam
rangka menuju hidup berwiraswasta danberdikari nantinya setelah mereka terjun
ke masyarakat.
f.
Perbaikan
ekonomi guru
Jika gaji guru
kecil, besar kemungkinan ia mencari tambahan di luar sekolah, seperti
berdagang, menghonor di sekolah-sekolah lain atau bolos untuk mengurus
keperluan di rumah. Jika gaji guru cukup dan mempunyai pula rumah yang layak,
tentu ia mempunyai waktu untuk memikirkan tugasnya sebagai seorang guru dan
akan mempunyai kesempatan untuk membina diri sendiri seperti memiliki
buku-buku, berlangganan koran dan mengikuti kursus-kursus. Dengan jalan
demikian mutu guru tentu akan meningkat dan sekaligus pembinaan anak didik akan
terjamin.
c.
Di lingkungan masyarakat
Masyarakat
adalah tempat pendidikan ketiga setelah rumah dan sekolah. Ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam
mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan.Apabila salah satu pincang
maka yang lain akan turut pincang pula.pendidikan di masyarakat biasanya
diabaikan orang.karena banyak orang berpendapat bahwa jika anak telah
disekolahkan berarti semuanya sudah beres dan gurulah yang memegang segala
tanggung jawab soal pendidikan. Pendapat seperti ini perlu dikoreksi. Karena
apalah artinya yang diberikan di sekolah dan di rumah jika di masyarakat
terdapat pengaruh-pengaruh negatif yang merusak tujuan pendidikan itu. Karena itu pula
perlu ada sinkronisasi diantara ketiga tempat pendidikan itu.
Khususnya
mengenai mengisi waktu terluang bagi anak remaja setelah mereka lepas sekolah
dan di masa libur ,perlu dipikirkan. Kegiatan-kegiatan yang membantu kearah
tercapainya tujuan pendidikan. Berarti diperlukan upaya bimbingan waktu
terluang(leisure time guidance)oleh guru,orang tua dan pimpinan masyarakat
lainnya.telah banyak konsep tentang pengisian waktu terluang ini dikemukakan oleh
berbagai ahli, antara lain dikemukakan oleh Drs. Safiyuddin Sastrawijaya, SH (1977) sebagai berikut :
1) Yang bersifat hobi :
a) Kesenian
(seni tari,seni lukis, seni drama, seni suara )
b) Elektronika
c) Philatelis
d) Botani dan
biologi
e) Mencintai
alam (mendaki gunung, camping dan sebagainya )
f) Photography
g) Home decoration
h) home industry
2)
Yang bersifat ketermpilan berorganisasi :
a) Organisasi taruna karya
b) Organisasi remaja yang independent
c) Organisasi olahraga
d) Pramuka
3) Yang bersifat kegiatan sosial :
a) Palang merah
remaja (PMR) dan Dinas Ambulance Remaja
b) Badan
keamanan remaja (Hansip/karma Remaja, Kelalulintasan dan Keamanan Umum
(BKLL,BKU )
c) Pamadam
Kebakaran remaja
Pemerintah sudah mendirikan beberapa Gelanggang Remaja di berbagai kota besar
di Indonesai ini. Gelangga Remaja itu bemaksud untuk menampung semua kegiatan
remaja. Akan tetapi untuk mendirikan Gelanggang Remaja hingga ke
desa-desa,mungkin diperlukan biaya yang amat besar. Karena itu hendaklah
dicarikan suatu cara yang efisien untuk menampung kegiatan-kegiatan
remaja.Salah satu ialah menjadikan mesjid sebagai pusat remaja. Di kota-kota
besar saat ini sedang berkembang organisasi-organisasi Remaja islam di
Mesjid-mesjid. Barangkali itu merupakan suatu kenyataan bahwa mesjid dapat
digunakan sebagai pusat kegiatan dan pembinaan remaja.
Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, bagi remaja mesjid dijadikan pula
untuk tempat kegiatan dakwah dan pengembangan ilmu agama khususnya, karena
dangan cara demikian akan membantu pembinaan moral remaja.
2.
Upaya Kuratif
Yang dimaksud dengan upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja
adalah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tesebut, supaya
kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat. Upaya kuratif sacara
formal dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan Negri. Sebab jika terjadi kenakalan
remaja bearti sudah terjadi suatu pelanggaran hukum yang dapat merugikan diri
mereka dan masyarakat.
Berbagai jenis
kenakalan yang telah dijelaskan dalam Bakolak Inpres 6/1971 yaitu : pencurian,
penipuan, perkelahian, pengrusakan, penganiayaan, perampokan, penyalahgunaan
narkotika, pembunuhan, pelanggaran susila, dan kejahatan lain. Karena yang
melakukan kejahatan itu anak-anak dibawah umur 16 tahun maka kemungkinan
tindakan negara terhadapnya adalah :
1)
Anak itu
dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
2)
Anak itu
dijadikan anak negara.
3)
Dijatuhi
hukuman seperti biasa ,hanya dikurangi sepertiganya.
Hal-hal
tersebut di atas (No 1 s/d 3) sesuai denga ketentuan dalam KUHP 45 yang
berbunyi sebagai berikut :
”jika seorang belum dewasa dituntut karena
perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim
bolh : memerintahkan si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya
atau pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukumanan,atau memerintahkan
supaya si tersalah diserahkan kepada perintah denga tidak dikenakan sesuatu
hukuman...;atau menghukum anak bersalah itu ”.
Upaya kuratif
secara formal memang sudah jelas tugas yang berwajib, dalam hal ini polisi dan
kehakiman. Akan tetapi anggota masyarakat juga bertanggung jawab mengupayakan
pembasmian kenakalan di lingkungan mereka di RT, RW dan Desa. Sebab jika mereka
membiarkan saja kenakalan terjadi disekitarnya, berarti mereka secara tidak
sengaja merusak lingkungan masyarakat itu sendiri. Upaya untuk membasmi
kenakalan menurut Dr. Sofyan Willis
tentunya dengan jalan berorganisasi, yaitu RT dan RW, dengan tiga karakteristik
:
” 1. jika yang berkuasa membasmi kejahatan itu dengan
tangannya ( kekuasaannya )
2. jika tidak sanggup karena tidak berkuasa maka cegahlah dengan
lisan ( ucapan, pidato, khotbah, ceramah dan diskusi-diskusi )
3. jika tidak sanggup juga karena lemah, maka cegahlah dengan
hati, artinya jangan mentolerir perbuatan jahat yang dilakukan orang lain dan
kita jangan ikut. Dan pelihara diri serta keluarga dari perbuatan tersebut.”
Upaya
masyarakat untuk mengantisipasi suatu kenakalan remaja sebaiknya dengan
berorganisasi secara baik, Gunanya untuk mencapai suatu tingkat
kekompakan dalam menanggulangi masalah tersebut. Sebab jika tidak ada
kekompakkan atau berbeda pendapat tentang suatu cara mengatasi
kenakalan/kejahatan di lingkungannya, berarti tidak akan terdapat penyelesaian,
bahkan sebaliknya kenakalan dan kejahatan itu akan merajalela karena ada pihak
yang melarang dan ada pula yang membiarkan atau ikut serta.
Kerjasama
antara pemerintah, ulama dan orang tua amat diperlukan dalam mengatasi
kenakalan remaja. Khusus mengenai tugas ulama biasanya cukup ampuh terhadap
orang tua anak-anak tersebut karena adanya pengaruh khusus ulama. Ini tentu ada
kaitannya dengan dakwah agama yang disampaikan ulama-ulama ini, sehingga ia
berwibawa di masyarakat.
3. Upaya Pembinaan
Mengenai upaya
pembinaan remaja dimaksudkan ialah :
a.
Pembinaan
terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah,
dan masyarakat. Pembinaan seperti ini yelah diungkapkan pada upaya preventif
yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja.
b.
Pembinaan
terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenaklan atau yang telah
menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka
tidak mengulangi lagi kenakalannya.
Khusus mengenai
ke dua, upaya ini terutama ditujukan untuk memasyarakatkan kembali anak-anak
yang telah melakukan kejahatan, agar mereka kembali menjadi manusia yang wajar.
Pembinaan ini menurut Dr. Sofyan S. Willis diarahkan dalam beberapa aspek yaitu
:
” 1. Pembinaan mental dan kepribadian beragama
2. Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancasila, agar menjadi
warganegara yang baik
3. Pembinaan kepribadiaan yang wajar untu mencapai pribadi yang stabil dan
sehat
4. Pembinaan ilmu pengetahuan
5. Pembinaan keterampilan khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar