Laman

Sabtu, 30 Juni 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERKELAHIAN ANTAR PELAJAR YANG MENGAKIBATKAN PENGANIAYAAN SERTA AKIBAT YANG DITIMBULKAN


A.     PENGERTIAN PELAJAR
Sebelum menguraikan tentang pengertian pelajar ada baiknya akan diuraikan terlebih dahulu tentang remaja. Dimana pelajar include di dalam remaja itu sendiri. Di zaman dahulu kebanyakan anggota masyarakat menganggap bahwa anak adalah orang dewasa ukuran kecil. Karena itu mereka di beri pakaian, tugas, tanggung jawab, dan norma-norama seperti orang dewasa. Bahkan diadakan pula pernikahan masa kanak-kanak. Walaupun hanya bersifat adat-istiadat belaka dan tentunya bukan bersifat biologis. Istilah ” remaja” pada zaman itu tidak ditemukan. Karena masyarakat beranggapan setelah habis masa kanak-kanak maka orang langsung menjadi dewasa. Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesatnya, terutama psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase perkembangan manusia telah diperinci dan ciri-ciri serta gejala-gejala yang tampak pada setiap fase perkembangan itu dipelajari secara mendalam. Di dalam fase-fase perkembangan itu, masa remaja merupakan massa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Remaja merasakan bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi belum mampu memegang tanggung jawab seperti orang dewasa. Karena itu pada masa remaja ini terdapat kegoncangan pada individu remaja terutama di dalam melepaskan nilai-nilai yang lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan. Hal ini tampak dalam tingkah laku remaja itu sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam masyarakat.
 Ada beberapa ciri utama dari pada masa remaja atau pubertas yaitu :
Pertama, ciri primer, yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi ( menarche) pertama pada anak wanita dan produksi cairan sperma pertama ( nocturnal seminal emisión ) pada anak laki-laki. Yang dimaksud dengan peristiwa menarche ( menstruasi ) ahíla terjainya pendarahan pertama pada alat kelamin wanita. Hal ini disebabkan karena kelenjar wanita ( ovarium ) mulai berfungsi yaitu memasakkan  sel telur ( ovum ) dan sel telur yang masak itu lalu keluar dari indung telur ( ovarium ). Peristiwa ini dinamai ovulasi. Bila sel telur ( ovum ) yang masak itu disalurkan ke saluran telur kemudian tidak dibuahi maka ia akan keluar bersama darah, yang berasal dari permukaan rahim.
Menurut ilmu kedokteran telur yang sedang masak itu menghasilkan statu zat  hormon bernama estrogen ( zat betina ) yang mengubah anak perempuan ini baik jasmaniah maupun rohaniah. Pada peristiwa menarche ini anak wanita tidak mengalami kesenangan malah lebih banyak mengalami gangguan seperti sakit perut, sakit kepala, badan tidak enak, dan lain-lain.
Kedua ciri sekunder, meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada kedua jenis kelamin itu. Anak wanita mulai tumbuh buah dada, pinggul membesar, paha membesar karena tumpukan zat lemak dan tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak. Pada anak laki-laki terjadi peubahan otot, bahu melebar, suara mulai berubah, tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak serta kumis pada bibir. Disamping itu terjadi pula pertambahan berat badan pada kedua jenis kelamin itu.
Ketiga, ciri terrier, yang dimaksud dengan ciri tertier ahli ciri-ciri yang tampak pada perubahan tingkah laku. Perubahan ituerat juga sangkut pautnya dengan perubahan psikis, yaitu perubahan tingkah laku yang tampak seperti  perubahan minat, antara lain minat belajar berkurang, timbul minat terhadap jenis kelamin lainnya, juga minat terhadak kerja menurun. Anak perempuan mulai sering memperhatikan dirinya. Perubahan lain tampak juga pada emosi, pandangan hidup, sikap dan sebaginya. Karena  perubahan tingkah laku inilah maka jiwanya selalu gelisah. Dan sering pula konflik dengan orang tua karena adanya perbedaan sikap dan pandangan hidup. Kadang-kadang juga bertentangan dengan lingkungan masyarakat dikarenakan adanya perbedaan norma yang dianutnya dengan norma yang berlaku dalam lingkungan.
Dr. Zakiah Daradjat ( 1978 ) mengungkapakan sebagai berikut :
” Remaja adalah usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, kaerna ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya.”

Di dalam fase-fase perkembangan, kedudukan usia remaja dijelaskan oleh beberapa orang ahli seperti :
a.       Aristoteles : membagi fase perkembangan manusia dalam 3 kali 7 tahun
0 -7 tahun               : masa kanak-kanak
7 – 14 tahun           : masa anak sekolah
14 – 21 tahun         : masa remaja/puberteit
b.      Stanley Hall masa remaja itu berkisar dari umur 15 tahun sampai dengan 23 tahun
c.       Sedangkan menurut DR. Zakiah Daradjat masa remaja itu lebih kurang antara 13 – 21 tahun
d.      Pembagian fase-fase perkembangan yang agak luas dijelaskan oleh Arthur T.Jersild cs. Dalam bukunya ” Child Psychologi ” ( 1978 ) sebagai berikut :
x-0 tahun    : permulaan kehidupan ( masa konsepsi )
masa prenatal ( dalam kandungan )
proses kelahiran
0-1 tahun                : masa bayi ( infancy )
1-5 tahun                : masa kanak-kanak ( early chilhood )
5-12 tahun              : masa anak-anak ( middle chilhood )
15-18 tahun            : masa remaja ( adolescence )
18-25 tahun            : masa dewasa awal ( pre adulthood )
25-45 tahun            : masa dewasa ( early adulthood )
45-55 tahun            : masa dewasa akhir ( late adulthood )
55-x tahun              : masa tua ( senescence ) dan akhir kehidupan
Dari beberapa penggolongan di atas dapatlah dikatakan bahwa pelajar SLTA termasuk dalam katagori masa remaja yang usianya kisaran 15 sampai dengan 18 tahun. Pelajar itu sendiri terdiri dari beberapa tingkatan yaitu pelajar Sekolah Dasar yang usianya bekisar 6 tahun sampai dengan 12 tahun, Pelajar Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 13 tahun sampai dengan 15 tahun, dan pelajar Sekolah Menengah Atas yang usianya berkisar antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun. Pelajar SLTA itu sendiri adalah anak-anak yang usianya berkisar dari 16 tahun sampai dengan 18 tahun yang memperoleh pendidikan formal di sekolah.

B.     PERKELAHIAN ANTAR PELAJAR YANG MENGAKIBATKAN PENGANIAYAAN

1.      Pengertian Perkelahian Antar Pelajar
Tindakan yuridis yang dilakukan oleh kepolisisan terhadap para pelajar yang melakukan tindakan kriminal dapat diterima. Karena hal itu bermanfaat untuk menciptakan rasa aman dan rasa terlindungi pada masyarakat dari tindak kekerasan dan kekejaman mereka. Akan tetapi masih banyak pula para pendidik, orang tua, dan sebagian besar anggota masyarakat termasuk pers, menginginkan tindakan yuridis hendaknya didasari kearifan dengan mempertimbangkan latar belakang filisofis, sosiologis, dan psikologis yang telah menumbuhkan kerawanan perilaku menyimpang para pelajar.
Memahami latar belakang itu tidak berarti ” memanjakan ” atau mencari-cari dalih untuk melindungi para remaja, melainkanbertujuan menemukan usaha preventif yang terintegrasi dan terprogram. Sehingga kasus-kasus kenakalan remaja salah satunya perkelahian antar pelajar ini tidak hanya dipecahkan secara yuridis belaka. Salah satu latar belakang ialah memahami eksistensi pelajar dan bagaimana keadaan atau peranan bimbingan dan kinseling di sekolah.
Makna eksistensi pelajar merujuk kepada pandangan humanistisk terhadap anak, yaitu anak adalah makhluk kesatuan yang bermakna dan sebagai subjek yang memiliki potensi untuk berkembang. Yaitu subjek yang dapat mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap keputusan dan perbuatannya. Tokoh-tokoh eksistensialisme seperti Soren A. Kiekegaard ( 1834 ), Rollo May ( 1956 ), Victor E. Frankl ( 1963 ), telah mengemukakan hal di atas, dan menekankan bahwa manusia itu adalah makhluk  ” becoming ” ( berkembang ), kompleks, dan dinamik dalam kesatuannya dan hubungannya dengan alam lingkungan alam sekitarnya.
Pandangan di atas mengimplikasikan bagaimana perilaku kita terhadap para pelajar, yaitu : menciptakan situasi yang kondusif agar berkembang kearah yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, bangsa dan negara.
Apabila beberapa hal tersebut di atas tidak bisa kita laksanakan dengan baik maka akan terjadi suatu pergolakan bagi pelajar itu sendiri yaitu kenakalan remaja. Mengenai jenis kenakalan yang dikumpulkan oleh pemerintah melalui bakolak Inpres 6/171 ialah sebagai berikut :
1.      Pencurian
2.      Penipuan
3.      Perkelahian
4.      Perusakan
5.      Penganiayaan
6.      Perampokan
7.      Narkotika
8.      Pelanggaran Susila
9.      Pelanggaran
10.  Pembunuhan
11.  Kejahatan lain
Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji kenakalan remaja yang termaksud pada poin 3 dan 5 yaitu Perkelahian yang mengakibatkan penganiayaan. Pengertian perkelahian merupakan suatu tindakan dari kedua belah pihak yang secara bersamaan melakukan penyerangan. Sedangkan penyerangang merupakan suatu tindakan yang mana dilakukan oleh satu pihak saja.
Pengertian antara perkelahian dan penyerangan dapat diadakan Perbedaan yaitu dalam perkelahian serangan dari para pihak dilakukan secara bersamaan, sedangkan pihak yang lainnya tidak. Perkelahian juga dapat dilakukan dengan penyerangan diantara pihak yang memulai terjadinya perkelahian tersebut. Baik dalam perkelahian maupu dalam penyerangan terlibat beberapa orang yang ikut serta, demikian juga halnya dengan perkelahian antar pelajar yang melibatkan dari kedua belah pihak.
Dilihat dari jumlah orang atau pelajar yang ikut perkelahian massal atau ramai-ramai, dimana para pelakunya remaja-remaja berseragam sekolah menengah ke atas. Dalam hal ini perkelahian antar pelajar selain dilakukan secara bersamaan dari kedua belah pihak juga dilakukan penyerangan oleh salah satu pihak kepada pihak yang lainnya.
Yang dimaksud dengan perkelahian menurut pasal 358 KUHP merupakan suatu penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang turut serta dalam perkelahian tersebut, dengan demikian tidak disebutkan secara jelas apa yang dmaksud dengan perkelahian. Perkelahian yang dilakukan bebrapa orang dalam hal ini perkelahian antar pelajar tingkat SLTA.
Perkelahian adalah merupakan suatu perbuatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dimana perkelahian menunujukkan tindakan dari kedua belah pihak secara bersamaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa perkelahian antar pelajar melibatkan beberapa orang pelajar yang turut serta baik dalam perkelahian maupun dalam penyerangan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas menurut pasal 358 KUHP menyatakan :
” Barangsiapa  dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang, maka selain dari tanggungannya masing-masing atas perbuatan yang istimewa dilakukannya :
1.      Dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, jika penyerangan atau perkelahian itu hanya berakibat ada orang yang luka berat.
2.      Dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun jika penyerangan atau perkelahian itu berakibat ada orang yang mati ”.
 Ikut serta dalam penyerangan atau perkelahian berdasarkan pasal 358 KUHP ini berarti perbuatan itu harus merupakan suatu tindakan secara nyata dalam penyerangan atau perkelahian bukan karena terpaksa turut serta dalam penyerangan atau perkelahian dengan maksud memisahkan kedua belah pihak yang berkelahi.
Apabila sebelum ada akibat luka berat atau matinya orang timbul beberapa peserta menghentikan perbuatannya maka peserta tersebut tetap harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan turut serta tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan tindakan pidana penyerangan atau perkelahian oleh pasal 358 KUHP ini semata-mata ikut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang menimbulkan luka berat atau matinya orang lain. Maka peran peserta tidak dapat dikenakan pasal 358 KUHP ini. Akan tetapi sebaliknya apabila dalam penyerangan atau perkelahian itu dapat dibuktikan atau diketahui siapa diantara peserta itu menyebabkan luka berat atau matinya orang lain dalam perkelahian, maka mereka itu selain dituntut menurut pasal 358 KUHP dikenakan pula ketentuan-ketentuan penganiayaan dan pembunuhan yang ia lakukan dan peserta yang lainnya yang turut serta hanya dipersalahkan terhadap penyerangan atau perkelahian yang mengakibatkan luka berat atau matinya orang lain.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dikatakan perkelahian antar pelajar adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang pelajar yang dilakukan secara beramai-ramai ( massal ), baik perbuatan tersebut dilakukan secara memukul, menendang, menusuk dengan pisau tumpul dan benda tajam yang mana semua itu dapat mengakibatkan rasa derita pada orang lain yang menjadi korban.
2.      Pengertian Penganiayaan
Dilihat dari isi KUHP, penganiayaan termasuk tindak pidana yang ketentuan tersebut diatur dalam pasal 351 KUHP. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut jenis tindak pidana tersebut adalah tindak pidana penganiayaan dalam bentuk pokok.
Sedangkan penganiayaan itu sendiri berdasarkan pasal 351 KUHP terdiri atas :
1.      Penganiayaan biasa
2.      Penganiayaan ringan
3.      Penganiayaan berencana
4.      Penganiayaan berat
5.      Penganiayaan berat berencana
6.      Penganiayaan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
7.      Turut serta dalam penyerangan dan perkelahian
Apabila dibandingkan dengan perumusan tentang tindak pidana lain dalam KUHP, maka perumusan tentang tindak pidana penganiayaan biasa merupakan perumusan yang paling singkat dan sederhana. Ketentuan pasal 351 KUHP hanya menyebutkan kualifikasinya saja tanpa menguraikan unsur-unsurnya. Oleh karena pasal 351 hanya menyebutkan kualifikasinya saja maka berdasarkan rumusan pasal  351 KUHP tersebut tidak jelas perbuatan seperti apa sebenarnya yang dimaksud.
Sebagaimana kelaziman yang berlaku dalam hukum pidana, di mana terhadap rumusan tindak pidana yang hanya menyebutkan kualifikasinya biasanya ditafsirkan secara historis, maka penafsiran terhadap pasal 351 KUHP tersebut juga antara lain ditempuh berdasarkan metode penfsiran historis.
Untuk memberikan gambaran awal tentang perbuatan yangdirumuskan dalam pasal 351 KUHP di atas, akan dikutipkan ketentuan dalam pasal tersebut. Pasal 351 KUHP secara tegas merumuskan :
(1)   Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah
(2)   Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun
(3)   Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya orang, maka yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
(4)   Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja
(5)   Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana
Berdasarkan rumusan ketentuan pasal 351 KUHP di atas terlihat, bahwa rumusan tersebut tidak memberikan kejelasan tentang perbuatan seperti apa yang dimaksudkan. Ketentuan pasal 351 KUHP di atas hanya merumuskan kualifikasinya dan pidana yang diancamkan. Tindak pidana dalam pasal 351 KUHP dikualifikasikan sebagai penganiayaan.
Rumusan awal pasal 351 KUHP yang diajukan menteri Kehakiman Belanda ke Parlemen pada saat itu terdiri  dari 2 rumusan, yang pada intinya memberi batasan sekaligus menguraikan unsur-unsur perbuatan panganiayaan, yaitu :
1.      Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau penderitaan pada tubuh orang lain,
2.      Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merusak kesehatan tubuh orang lain
Rumusan awal pasal 351 KUHP yang diajukan Menteri Kehakiman di atas sebenarnya cukup memberikan kejelasan tentang apa yang dimaksud penganiayaan. Oleh karena dalam rumusan tersebut sudah memuat unsur-unsur baik perbuatan maupun akibat. Namun parlemen mengajukan keberatan atas rumusan yang diajukan oleh menteri kehakiman tersebut dengan alasan bahwa istilah rasa sakit atau penderitaan tubuh memuat pengertian yang sangat bias atau kabur. Atas keberatan itulah, maka rumusan pertama diajukan menteri kehakiman tersebut diubah hanya dengan menyebut penganiayaan saja sebagaimana yang terdapat dalam pasal 351 KUHP sekarang.
Perumusan pasal 351 KUHP yang hanya menyebut kualifikasinya saja, yaitu penganiayaan didasarkan atas pertimbangan, bahwa semua orang dianggap sudah mengerti apa yang dimaksud dengan penganiayaan.
Sementara dalam ilmu pengetahuan hukum pidana atau doktrin, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain.
3.      Akibat yang timbul dari perkelahian antar pelajar
Perkelahian adalah merupakan suatu penyakit dalam masyarakat dan mengenai perkelahian antar pelajar tingkat SLTA yang mana akibatnya tidak hanya mengganggu bagi keamanan dan ketertiban umum melainkan juga membahayakan bagi pelajar itu sendiri. Apabila tidak segera mendapatkan perhatian dan penanggulangannya maka dampaknya akan lebih buruk lagi. Ada akibat-akibat yang ditimbulkan dari perkelahian antar pelajar itu antara lain :
a.      Akibat Bagi Pelajar
Perkelahian dikalangan pelajar merupakan suatu tingkah laku yang tidak pantas bagi seorang pelajar dan tingkah laku itu merupakan penyimpangan dari tingkah laku seorang pelajar. Perkelahian yang dilakukan secara massal dari kedua belah pihak yang berlainan sekolah atau kelas dan dalam perkelahian itu tidak hanya menggunakan tangan kosong tetapi juga menggunakan senjata tajam dan benda keras.
Melihat dari benda atau alat yang digunakan dalam perkelahian itu maka sudah dapat diduha akibat yang ditimbulkan dari perkelahian itu antara lain luka yang dialami salah satu pelajar yang ikut serta dalam perkelahian antar pelajar tersebut.
Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dari perkelahian antar pelajar menurut pasal 351 KUHP :
(1)   Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah
(2)   Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun
(3)   Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya orang, maka yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
(4)   Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja
(5)   Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana ”
b.      Akibat bagi keluarga
Dengan turut serta anak-anak terlibat langsung dalam perkelahian antar pelajar yang kemudian ternyata mendapatkan tindakan dari pihak kepolisian, pimpinan sekolah atau dari masyarakat sekitarnya, maka akibatnya akan menimbulkan problema bagi keluarga atau orang tuanay berupa : teguran dari pihak pimpinan sekolah dan warga masyarakat sekitarnya serta peringatan dari pihak kepolisian.
c.       Akibat bagi sekolah
Jika perkelahian antar pelajar itu ternyata akan membawa nama sekolah bahkan terjadi di lingkungan sekolah maka akan membawa dampak negatif bagi sekolah tersebut berupa :
1.      Kerugian materiil yang mungkin timbul seperti rusaknya gedung sekolah maupun peralatan lain akibat dari pelemparan benda dari pihak lain.
2.      Kerugian yang menyangkut nama baik sekolah dalam masyarakat maupun aparat keamanan, yakni timbulnya kesan sekolah urakan dan menjadi pengawasan dari pihak yang berwajib.

d.      Akibat bagi masyarakat
Akibat yang langsung dialami oleh masyarakat dari perkelahian antar pelajar itu adalah terganggunya ketertiban dan keamanan di lingkungan sekitarnya. Kemudian apabila frekuensi kenakalan remaja dan perkelahian antar pelajar demikian tinggi maka tidak mustahil kindisi dan situasi lingkungan masyarakat yang rawan yang memungkinkan timbulnya bibit baru remaja yang nakal.
Setelah diketahui akibat yang ditimbulkan dari perkelahian antar pelajar maka perlu segera ditanggulangi perkelahian itu oleh pihak sekolah, masyarakat maupun aparat keamanan sebelum menimbulkan akibat yang lebih parah lagi.

C.     FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERKELAHIAN ANTAR PELAJAR

Suatu tingkah laku tidak disebabkan oleh satu faktor saja melainkan dapat oleh berbagai faktor. Beberapa faktor tersebut adalah :
1.      Faktor yang ada di dalam diri pelajar sendiri
a.       Lemahnya Pertahanan Diri
Adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Jika ada pengaruh negatif berupa tontonan negatif, bujukan negatif seperti pecandu dan pengedar narkoba, ajakan-ajakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif, sering tidak bisa menghindar dan mudah terpengaruh. Akibatnya pelajar itu terlibat ke dalam kegiatan-kegiatan negatif yang membahayakan dirinya dan masyarakat.
b.      Kurangnya Kemampuan Dalam Menyesuaikan Diri
Keadaan ini amat terasa di dunia pelajar. Banyak ditemukan pelajar yang kurang pergaulan. Inti persoalannya adalah ketidak mampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial,dengan mempunyai daya pilih teman bergaul yang membantu pembentukan perilaku positif. Anak-anak yang terbiasa dengan pendidikan kaku dan dengan disiplin ketat di keluarga menyebabkan masa remajanya juga kaku dalam bergaul, dan tidak pandai memilih teman yang bisa membuat dia berkelakuan baik. Yang terjadi adalah sebaliknya yaitu, para pelajar salah bergaul. Hal ini bisa terjadi karena teman-temannya menghargainya. Karena mendapat penghargaan di kelompok geng nakal, pelajar itupun akan ikut nakal.
c.       Kurangnya Dasar-dasar Keimanan di Dalam Diri Pelajar
Masalah agama merupakan suatu yang sangat krusial bagi seorang pelajar. Karena agama merupakan benteng diri pelajar dalam menghadapi berbagai cobaan yang datang padanya sekarang dan masa yang akan datang.
Sekolah dan orang tua harus bekerja sama bagaimana memberikan  pendidikan agama secara baik, mantap, dan sesuai dengan kondiri pelajar saat ini.
2.      Faktor Keluarga
Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama penyebab kenakalan remaja salah satunya yaitu perkelahian antar pelajar ini. Hal ini disebabkan karena anak itu hidup dan berkembang permulaan sekali dari pergaulan keluarga yaitu hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan anggota keluarga lai yang tinggal bersama-sama. Keadaan keluarga yang besar jumlah anggotanya berbeda dengan keluarga kecil. Bagi keluarga besar pengawasan agak sukar dilaksanakan dengan baik, demikian juga menanamkan disiplin terhadap masing-masing anak. Berlainan dengan keluarga kecil, pengawasan dan disiplin dapat dengan mudah dilaksanakan. Disamping itu perhatian orang tua terhadap masing-masing anak lebih mudah diberikan, baik mengenai akhlak, pendidikan di sekolah, pergaulan dan sebagainya. Kalau kita berbicara keadaan ekonomi, tentu bagi keluarga besar dengan penghasilan yang sedikit akan repot, karena membiayai kehidupan yang pokok-pokok saja agak sulit apalagi untuk biaya sekolah dan berbagai kebutuhan lain. Karena itu sering terjadi pertengkaran diantara istri dan suami karena masalah ekonomi keluarga, yang menyebabkan kehidupan keluarga menjadi tidak harmonis lagi dan pada gilirannya mempengaruhi tingkah laku anak kearah negatif.
DR. Sofyan S. Wilis, M.Pd dalam bukunya Remaja dan masalahnya mengemukakan beberapa faktor keluarga yang sangat mempengaruhi terhadap kenakalan remaja yaitu : ” a. Anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua ;  b. Lemahnya keadaan ekonomi orang tua ;  c. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis ”
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas bahwa keadaan keluarga sangatlah memegang peranan penting dalam pembantukan kepribadian si anak dalam bertingkah laku.
Menurut Ruth S. Cava. Ada tiga alasan timbulnya kejahatan atau kenakalan remaja yang diarahkan kepada lingkungan keluarga yaitu :
” 1.    Bahwa lingkungan keluarga adalah suatu kelompok masyarkat yang pertama-tama dihadapi oleh setiap anak-anak, oleh karena itu maka lingkungan tersebut memegang peranan utama sebagai permulaan pengalaman untuk menghadapi masyarakat yang lebih luas lagi.
  2.    Bahwa lingkungan keluarga merupakan suatu lembaga yang bertugas menyiapkan kepentingan sehari-hari lagipula melakukan pengawasan terhadap anak-anak,
  3.    Bahwa lingkungan pertama merupakan kelompok pertama yang dihadapi oelh anak, karena itu ia menerima pengaruh emosional dari lingkungan itu. Kepuasan atau kekecewaan, rasa cinta dan benci akan mempengaruhi watak anak, mulai dibina dalam lingkungan itu dan akan bersifat menentukan untuk masa-masa mendatang ”
Dalam masalah kenakalan remaja khususnya mengenai perkelahian antar pelajar, rumah tangga menjadi sorotan utama, pengaruh-pengaruh buruk dalam lingkungan keluarga dapat menodorong anak remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, diantara pengaruh itu termasuk kondisi keluarga seperti antara lain :
1.      Kemiskinan dan jumlah anggota yang besar
2.      Rumah tangga yang berantakan karena kematian salah satu dari orang tua, perpisahan ibu dan ayah, perceraian atau karena melarikan diri dari rumah
3.      Kurangnya kemanan jiwa disebabkan orang tua yang terus bertengkar
4.      Tidak terdapt persesuaian pendidikan, disiplin dan tujuan hidup yang dicita-citakan oleh orang tua untuk anaknya
5.      Orang tua tidak menaruh perhatian terhadap anak, tidak sempat menanamkan kasih sayang, dan tidak pula dapat menyatakan penghargaan atas prestasi yag diperoleh anak di sekolah.
Dari pernyataan di atas dapat dimengerti betapa pentingnya peranan orang tua terhadap pendidikan anaknya, karena orang tualah yang memberikan dasar yang fundamnetal terhadap pendidikan anak. Tidak adanya orang tua yang membimbing anak atau orang tua yang mengabaikan pendidikan anak yang mengakibatkan anak tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dikerjakan. Apabila ini tidak dapat dipenuhi maka kemungkinan besar seorang anak akan menjadi nakal.
Tidak hanya kurangnya perhatian orang tua dan keadaan keluarga yang tidak harmonis saja yang menjadi faktor penyebab kenakalan remaja, tetapi juga perhatian orang tua yang berlebihan di dalam keluarga juga mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap perkembangan anak dalam pembentukan kepribadian dan bertingkah laku, ia menjadi nakal dan melakukan perbuatan-perbuatan yang a susila.
Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan serta menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak menjadi rapauh dan mereka selalu bergantung pada bantuan orang tua serta merasa cemas, bimbang dan ragu. Kepercayaan diri menjadi hilang tanpa bisa menemukan motivasi yang kuat untuk hidup. Sebagai akibatnya adakalanya anak melakukan identifikasi total terhadap kelompoknya dan tidak sadar melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang mana akibatnya tudak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga mengganggu ketertiban dan keamanan umum seperti suka berkelahi.
3.      Faktor Lingkungan Yang Tidak Kondusif
Pengaruh sosial dan kultur memegang peranan yang besar dalam menentukan perkembangan seorang anak dalam bertingkah laku. Kenakalan pada remaja dimana dalam hal ini mereka sangat terpengaruh oleh keadaan sosial yang buruk sehingga si anak menjadi nakal. Pengaruh lingkungan pergaulan yan buruk ditambah kontrol sosial dan kontrol diri yang semakin lemah maka dapat mempercepat pertumbuhan kelompok-kelompok anak nakal yang suka melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan  dengan hukum sepert beramai-ramai atau secara massal.
Milieau atau lingkungan sekitar tidak selalu baik, dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak, lingkungan  yang ada kalanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminil dan anti sosial yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk bagi anak-anak remaja atau pelajar yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh pola tingkah laku kriminal, a susila dan anti sosial.
Kelompok orang dewasa yang kriminil dan a susila tersebut itu sangat berpengaruh terhadap anak remaja khususnya pelajar yang berada di lingkungan tersebut untuk berbuat dan bertingkah laku seperti meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang dewasa yang anti soial dan kriminal, seperti sering membuat keributan dan senang berkelahi.
4.       Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga. Karena itu ia cukup berperan dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Khusus mengenai tugar kurikuler, maka sekolah berusaha memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didiknya sebagai bekal untuk kelak jika anak telah dewasa dan terjun ke masyarakat. Akan tetapi tugas kurikuler saja tidaklah cukup untuk membina anak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Karena itu sekolah bertanggung jawab pula dalam kepribadian anak didik. Dalam hal ini peranan guru sangat diperlukan sekali. Jika kepribadian guru buruk, dapat dipastikan akan menular kepada anak didik.
Hal ini dikatakan oleh ahli psiko higenis yaitu Bernard ( 1961;113 ) sebagai berikut : ” Teacher personality is contagious, if he is tense, irritable, dominating or careless, the pupil will show the evidence of tension, crossness, and lack of social grace and will produce slovenly work “. Jelas sekali bahwa perilaku guru yang buruk seperti tegang, marah, mudah tersinggung, menguasai murid, maka para murid akan tertular oleh sifat dan perilaku guru tersebut.
Mengenai hal ini, Mc. Donald mengemukakan sebagai berikut : “ Sekolah adalah lingkungan yang khusus untuk mengubah tingkah laku secara menetap dalam hubungannya dengan seluruh perkembangan pribadinya sebagai anggota masyarakat “
Dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan itu, kadang-kadang seklah juga penyebab dari timbulnya kenalan remaja . Hal ini mungkin bersumber dari guru, fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku, kekompakan guru dan suasana interaksi antara guru dan murid perlu menjadin perhatian serius. Ada bebapa factor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan seorang anak pelajar.
a.      Faktor Guru
Dedikasi guru merupakan pokok terpenting dalam tugas mengajar. Guru yang penuh dedikasi berarti guru yang ikhlas dalam mengerjakan tugasnya. Bila terjadi kesulitasn di dalam tugasnya, ia tidak mudah mengeluh dan mengalah. Melainkan dengan penuh keyakinan diatasinya semua kesulitan tersebut. Berlainan dengan guru yang tanpa dedikasi. Ia bertugas karena terpaksa, sebab tidak ada lagi pekerjaan lain yang mampu dikerjakannya. Akibatnya ia mengajar adalah karena terpaksa dengan motif mencari uang. Guru yang seperti ini mengajarnya asal saja, sering bolos, tidak berminat meningkatkan pengetahuan keguruannya. Akibatnya murid-murid yang menjadi korban, kelas menjadi kacau, murid-murd berbuat seenaknya saja di dalam kelas dan hal seperti inilah yang merupakan sumber kenakalan, sebab guru tidak memberikan perhatian yang penuh kepada tugasnya.
Kehidupan sekolah telah pula direkayasa untuk mengejar ketinggalannya dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Pertama, kurikulum dirombak sedemikian rupa dengan tujuan agar tercapai para lulusan sekolah yang berkualitas. Kenyataannya, pengertian kualitas itu adalah tingginya tingkat intelektual atau kecerdasan yang diukur dengan hasil belajar dalam bidang seni. Para siswa direkayasa agar belajar keras untuk mengejar target kurikulum. Suasana belajar menjadi sangat intelektualistis yaitu lebih menghargai anak yang pandai. Guru terperangkap dalam sistem birokrasi sekolah sehingga mengajarnya cenderung mekanistik yang mementingkan tercapainya target kurikulum. Untuk mencapai tujuan itu, siswa perlu dikontrol dengan memperketat terlaksananya aturan sekolah, bahkan meningkatkan sistem keamanan sekolah dengan adanya Satpam, bagian keamanan dan piket guru, dan dibantu oleh bagian keamanan dari siswa.   
b.      Guru Pembimbing/BK
Peran guru sebagai pembimbing merupakan dambaan dari setiap siswa. Kenakalan remaja bersumber pada hilangnya makna keberadaan diri siswa ditengah galau pembangunan di segala bidang. Rasa keterasingan, frustasi, konflik dan stress berkecamuk pada diri mereka, dan penyalurannya adalah kenakalan. Jika guru pembimbing/BK mampu melaksanakan harapan siswa yakni mengutamakan membimbing daripada mengajar, besar kemungkinan kenakalan dapat dikurangi. Sebagai pembimbing, guru harus memnuhi syarat kepribadian, dan sedikit ilmu tentag pribadi siswa, serta kemampuan berkomunikasi atau keterampilan konseling.
Mengenai kemampuan guru dibidang bimbingan dan konseling ( BK ) masih memprihatinkan. Kebanyakan mereka beranggapan bahwa BK itu adalah urusan guru yang dikhususkan dibidang tersebut, yaitu guru BK. Berhubung guru BK amat terbatas jumlahnya,maka jalan keluar adalah : semua guru harus berperan sebagai pembimbing.
Guru BK juga harus menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pembimbing yang profesional dalam menghadapai berbagai kemelut yang terjadi pada setiap pribadi siswa, tanggap dalam mencari solusi terhadap permasalahan siswa tersebut serta membuat suatu program kerja secara kontinyu dalam pembinaan siswa agar kondisi anak terpantau. Bukan hanya sekedar menjalankan tugas saja namun keberadaannya sama sekali tidak dirasakan oleh para pelajar tersebut.
c.       Fasilitas Pendidikan
Kurangnya fasilitas pendidikan menyababkan penyaluran bakat dan keinginan pelajar terhalang. Bakat dan keinginan yang tidak tersalur pada masa sekolah , mungkin akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan yang negatif. Misalnya bermain di jalanan umum, di pasar, di mall dan sebagainya yang mungkin  akan berakibat buruk terhadap anak. Kekurangan fasilitas pendidikan yang lain seperti alat-alat pelajaran, alat-alat praktik, alat kesenian dan olagraga, juga dapat merupakan sumber gangguan pendidikan yang juga mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku negatif pada anak didik.

D.    UPAYA PENANGGULANGANNYA

Perkelahian antar pelajar yang mana dilihat dari perkelahian tersebut telah melebihi dari toleransi perbuatan seorang anak remaja, maka dari itu perlu diambil upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi dari perkelahian antar pelajar tersebut agar akibat yang ditimbulan tidak lebih parah lagi, yang korbannya tidak hanya pelajar saja tetapi masyarakat sekitar.
Sebagai upaya untuk menanggulangi perkelahian antar pelajar tersbut ada beberapa tindakan yangdapat dilakukan yaitu :
1.      Upaya Preventif
Yang dimaksud dengan upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Upaya preventif lebih besar manfaatnya daripada upaya kuratif, karena jika kenakalan itu sudah meluas, amat sulit menanggulanginya. Banyak bahayanya kepada masyarakat, mengamburkan biaya, tenaga dan waktu, sedang hasilnya tidak seberapa. Berbagai upaya preventif dapat dilakukan , tetapi garis besarnya dapat dikelompokkan atas tiga bagian yaitu :
a.      Di lingkungan keluarga
1.   Orang tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama
Artinya membuat suasana rumag tangga atau keluarga menjadi kehidupan yang bertaqwa dan taat kepada Allah di dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan sholat berjamaah, pengajian Al-Qur’an, keteladanan akhlak mulia, ucapa-ucapan serta do’a-do’a tertentu misalnya mengucapkan salam ketika akan masuk rumah dan pergi.
2.      Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis
Dimana hubungan antara Ayah, Ibu dan anak tidak terdapat percekcokan atau pertentangan. Hal ini dapat dilakukan  dengan memberikan waktu terluang  untuk berkumpul bersama anak-anak misalnya diwaktu makan bersama. Di waktu makan bersama itu sering keluar ucapan-ucapan dan keluhan-keluhan anak secara spontan. Spontanitas itu amat penting bagi orang tua sebagai bahan pertimbangan untuk memahami diri anak-anaknya.
3.       Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam mendidik anak-anak
Perbedaan norma dalam cara mengatur anak-anak akan menimbulkan keraguan mereka dan pada gilirannya menimbulkan sikap negatif pada anak dan remaja.
4.      Memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak
Kasih sayang yang wajar bukan lah dalam rupa materi berlebihan,akan tetapi dalam bentuk hubugan psikologis dimana orang tia dapat memahami perasaan anaknya dan mampu mengantisipasinya dengan cara-cara eduaktif.
5.      Memberikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan anak-anak
Memberikan perhatian kepada anak berarti menumbuhkan kewibawaan pada orang tua dan kewibawaan akan menimbulkan sikap kepenurutan yang wajar pada anak didik. Sikap kepenurutan yang wajar itu akan menimbulkan kata hati pengganti dalam diri anak. Kata hati pengganti adalah hasil  didikan yang berwibawa pada diri anak, dimana anak akan melakukan  hal-hal yang diinginkan orang tua jika berpisah jauh dengan orang tua maka anak akan ingat selalu upaya yang diajarkan dan dipesankan oleh orang tua mereka.
6.      Memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat
Hal-hal yang perlu diawasi ialah teman-teman bergaulnya, dispilin waktu, pemaikaian uang dan ketaatan melakkan ibadah kepada Tuhan. Mengenai teman bergaul banyak hubungannya dengan berhasil tidaknya upaya orang tua mendidik anak. Sebab jika teman bergaul anak adalah orang yang baik maka upaya mendidik akan berhasil baik, sebaliknya jika teman bergaulnya adalah anak-anak yang nakal, maka upaya kita mendidik anak akan gagal karena pergaulan yang kurang sehat akan merusak upaya pendidikan.
b.      Di lingkungan sekolah
a.       Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid
Untuk memahami aspek-aspek psikis murid, guru sebaiknya memiliki ilmu-ilmu tertentu antara lain : psikologi perkembangan, bimbingan dan konseling, serta ilmu mengajar ( didaktik – metodik ). Dengan adanya ilmu-ilmu tersebut maka teknik pemahaman individu murid akan lebih objektif sehingga memudahkan guru memberikan bantuan kepada murid-muridnya.
b.      Mengintensifikasikan pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama yang ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya
Hal ini perlu diperhatikan, karena ada sebagain guru agama yang merasa rendah diri jika ia mengajar di sekolah umum, apalagi jika sekilah umum itu adalah sekolah yang agak baik dalam fasilitas dan mutu. Rasa rendah diri  itu disebabkan berbagai hal antara lain : pendidikan yang kurang, pergaulan yang tidak luas, kurang memahami peranan agama bagi pembinaan manusia. Jika guru agama bermutu dan memiliki keterampilan maka pelajaran agama akan efektif dan efesien dalam rangka membantu tercapainya tujuan pendidikan.
c.       Mengintensifikasikan bagian Bimbingan Konseling di sekolah dengan cara mengadakan Tenaga ahli atau menatar guru-guru untuk mengelola bagian ini
Hal ini dimaksudkan agar jangan lagi terjadi adanya guru pembimbing ( guru BK ) di sekolah dianggap oleh murid-murid sebagao polisi sekolah yang kerjanya hanya mengawasi dan membuntuti segala kelakuan murid-murid, bahkan guru BK sering mengancam dan memahami murid. Anggapan ini timbul karena kesalahan guru BK sendiri. Kebanyakan guru BK bukan dari  sarjana atau sarjana muda yang dididik  di jurusan BK, melainkan sembarang guru yang mau duduk di bidang itu. Hal ini terjadi karena bidang BK dianggap sama seperti pekerjaan mengajar mata-mata pelajaran lainnya. Dan bahkan lebih mudah dari pekerjaan lainnya. Apalagi jika anggapan sepele itu terjadi pada kepala sekolah dan guru-guru lainnya.
d.      Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang oleh guru-guru
Hal ini akan menimbulkan kekompakan  dalam membimbing murid-murid. Adanya kekompakan itu akan menimbulkan kewibawaan guru di mata murid-murid, dan sekaligus memperkecil timbulnya kenakalan.
e.       Melengkapi fasilitas pendidikan
Yaitu seperti gedung, laboratorium, mesjid, alat-alat pelajaran, alat-alat olah raga dan kesenian, alat-alat ketrampilan, dan sebagainya. Dengan lengkapnya fasilitas tersebut akan dapat digunakan untuk mengisi waktu terluang misalnya selama libur sekolah. Di samping itu dapat pula menembangkan bakat murid-murid dalam rangka menuju hidup berwiraswasta danberdikari nantinya setelah mereka terjun ke masyarakat.

f.        Perbaikan ekonomi guru
Jika gaji guru kecil, besar kemungkinan ia mencari tambahan di luar sekolah, seperti berdagang, menghonor di sekolah-sekolah lain atau bolos untuk mengurus keperluan di rumah. Jika gaji guru cukup dan mempunyai pula rumah yang layak, tentu ia mempunyai waktu untuk memikirkan tugasnya sebagai seorang guru dan akan mempunyai kesempatan untuk membina diri sendiri seperti memiliki buku-buku, berlangganan koran dan mengikuti kursus-kursus. Dengan jalan demikian mutu guru tentu akan meningkat dan sekaligus pembinaan anak didik akan terjamin.
c.       Di lingkungan masyarakat
Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga setelah rumah dan sekolah. Ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan.Apabila salah satu pincang maka yang lain akan turut pincang pula.pendidikan di masyarakat biasanya diabaikan orang.karena banyak orang berpendapat bahwa jika anak telah disekolahkan berarti semuanya sudah beres dan gurulah yang memegang segala tanggung jawab soal pendidikan. Pendapat seperti ini perlu dikoreksi. Karena apalah artinya yang diberikan di sekolah dan di rumah jika di masyarakat terdapat pengaruh-pengaruh negatif yang merusak tujuan pendidikan itu. Karena itu pula perlu ada sinkronisasi diantara ketiga tempat pendidikan itu.
Khususnya mengenai mengisi waktu terluang bagi anak remaja setelah mereka lepas sekolah dan di masa libur ,perlu dipikirkan. Kegiatan-kegiatan yang membantu kearah tercapainya tujuan pendidikan. Berarti diperlukan upaya bimbingan waktu terluang(leisure time guidance)oleh guru,orang tua dan pimpinan masyarakat lainnya.telah banyak konsep tentang pengisian waktu terluang ini dikemukakan oleh berbagai ahli, antara lain dikemukakan oleh Drs. Safiyuddin Sastrawijaya, SH (1977) sebagai berikut :
1)  Yang bersifat hobi :
a) Kesenian (seni tari,seni lukis, seni drama, seni suara )
b) Elektronika
c) Philatelis
d) Botani dan biologi
e) Mencintai alam (mendaki gunung, camping dan sebagainya )
f) Photography
g) Home decoration
h) home industry
2) Yang bersifat ketermpilan berorganisasi :
a) Organisasi taruna karya
b) Organisasi remaja yang independent
c) Organisasi olahraga
d) Pramuka
3) Yang bersifat kegiatan sosial :
a) Palang merah remaja (PMR) dan Dinas Ambulance Remaja
b) Badan keamanan remaja (Hansip/karma Remaja, Kelalulintasan dan Keamanan Umum (BKLL,BKU )
c) Pamadam Kebakaran remaja
            Pemerintah sudah mendirikan beberapa Gelanggang Remaja di berbagai kota besar di Indonesai ini. Gelangga Remaja itu bemaksud untuk menampung semua kegiatan remaja. Akan tetapi untuk mendirikan Gelanggang Remaja hingga ke desa-desa,mungkin diperlukan biaya yang amat besar. Karena itu hendaklah dicarikan suatu cara yang efisien untuk menampung kegiatan-kegiatan remaja.Salah satu ialah menjadikan mesjid sebagai pusat remaja. Di kota-kota besar saat ini sedang berkembang organisasi-organisasi Remaja islam di Mesjid-mesjid. Barangkali itu merupakan suatu kenyataan bahwa mesjid dapat digunakan sebagai pusat  kegiatan dan pembinaan remaja.
         Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, bagi remaja mesjid dijadikan pula untuk tempat kegiatan dakwah dan pengembangan ilmu agama khususnya, karena dangan cara demikian akan membantu pembinaan moral remaja.
2.   Upaya Kuratif
    Yang dimaksud dengan upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja adalah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tesebut, supaya kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat. Upaya kuratif sacara formal dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan Negri. Sebab jika terjadi kenakalan remaja bearti sudah terjadi suatu pelanggaran hukum yang dapat merugikan diri mereka dan masyarakat.
Berbagai jenis kenakalan yang telah dijelaskan dalam Bakolak Inpres 6/1971 yaitu : pencurian, penipuan, perkelahian, pengrusakan, penganiayaan, perampokan, penyalahgunaan narkotika, pembunuhan, pelanggaran susila, dan kejahatan lain. Karena yang melakukan kejahatan itu anak-anak dibawah umur 16 tahun maka kemungkinan tindakan negara terhadapnya adalah :
1)      Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
2)      Anak itu dijadikan anak negara.
3)      Dijatuhi hukuman seperti biasa ,hanya dikurangi sepertiganya.
Hal-hal tersebut di atas (No 1 s/d 3) sesuai denga ketentuan dalam KUHP 45 yang berbunyi sebagai berikut :
     ”jika seorang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun,  hakim bolh : memerintahkan si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukumanan,atau memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada perintah denga tidak dikenakan sesuatu hukuman...;atau menghukum anak bersalah itu ”.
Upaya kuratif secara formal memang sudah jelas tugas yang berwajib, dalam hal ini polisi dan kehakiman. Akan tetapi anggota masyarakat juga bertanggung jawab mengupayakan pembasmian kenakalan di lingkungan mereka di RT, RW dan Desa. Sebab jika mereka membiarkan saja kenakalan terjadi disekitarnya, berarti mereka secara tidak sengaja merusak lingkungan masyarakat itu sendiri. Upaya untuk membasmi kenakalan menurut Dr. Sofyan Willis tentunya dengan jalan berorganisasi, yaitu RT dan RW, dengan tiga karakteristik :
” 1.   jika yang berkuasa membasmi kejahatan itu dengan tangannya ( kekuasaannya )
2.   jika tidak sanggup karena tidak berkuasa maka cegahlah dengan lisan ( ucapan, pidato, khotbah, ceramah dan diskusi-diskusi )
3.   jika tidak sanggup juga karena lemah, maka cegahlah dengan hati, artinya jangan mentolerir perbuatan jahat yang dilakukan orang lain dan kita jangan ikut. Dan pelihara diri serta keluarga dari perbuatan tersebut.”
Upaya masyarakat untuk mengantisipasi suatu kenakalan remaja sebaiknya dengan berorganisasi secara baik, Gunanya untuk  mencapai suatu tingkat kekompakan dalam menanggulangi masalah tersebut. Sebab jika tidak ada kekompakkan atau berbeda pendapat tentang suatu cara mengatasi kenakalan/kejahatan di lingkungannya, berarti tidak akan terdapat penyelesaian, bahkan sebaliknya kenakalan dan kejahatan itu akan merajalela karena ada pihak yang melarang dan ada pula yang membiarkan atau ikut serta.
Kerjasama antara pemerintah, ulama dan orang tua amat diperlukan dalam mengatasi kenakalan remaja. Khusus mengenai tugas ulama biasanya cukup ampuh terhadap orang tua anak-anak tersebut karena adanya pengaruh khusus ulama. Ini tentu ada kaitannya dengan dakwah agama yang disampaikan ulama-ulama ini, sehingga ia berwibawa di masyarakat.
3.      Upaya Pembinaan
Mengenai upaya pembinaan remaja dimaksudkan ialah :
a.       Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini yelah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja.
b.      Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenaklan atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya.
Khusus mengenai ke dua, upaya ini terutama ditujukan untuk memasyarakatkan kembali anak-anak yang telah melakukan kejahatan, agar mereka kembali menjadi manusia yang wajar. Pembinaan ini menurut Dr. Sofyan S. Willis diarahkan dalam beberapa aspek yaitu :
” 1.   Pembinaan mental dan kepribadian beragama
2. Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancasila, agar menjadi warganegara yang baik
3.      Pembinaan kepribadiaan yang wajar untu mencapai pribadi yang stabil dan sehat
4.   Pembinaan ilmu pengetahuan
5.   Pembinaan keterampilan khusus
6.   Pengembangan bakat-bakat khusus. ”