KODE ETIK KONSELOR INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar/Landasan
Landasan Kode Etik Konselor adalah (a) Pancasila, mengingat
bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam
rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. (b) tuntutan profesi,
mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang
berlaku.
BAB II
KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki (1) nilai,
sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2)
pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.
B.
Kegiatan Profesional Konselor
- Nilai,
sikap, ketrampilan dan pengetahuan
a.
Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya,
konselor harus terus menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti
kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat
mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan
klien.
b. Dalam
melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat
sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib,
dan hormat.
c.
Konselor harus
memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan
kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur
dalam Kode Etik ini.
d. Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang
setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan
prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.
- Pengakuan
kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor,
diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar
wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.
- Kegiatan
Profesional
a.
Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang
meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data
lain, semua merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan
untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau
pendidikan calon konselor dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan.
Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota
profesi lain, membutuhkan perseetujuan klien atau yang lain dapat dibenarkan
asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
b. Keterangan
mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c.
Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung
selama ada kesempatan antara klien dengan konselor. Kewajiban berakhir jika
hubungan konseling berakhir, klien mengakhiri hubungan kerja atau konselor
tidak lagi bertugas sebagai konselor.
- Testing
a.
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang
berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa
dirinya apakah ia mempunyai wewenang yang dimaksud.
b. Testing
diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang
menuntut adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf
intelegensia, minat, bakat khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c.
Data yang diperlukan dari hasil testing itu harus
diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri
atau dari sumber lain.
d. Data hasil
testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e.
Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada
klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya.
Hasilnya harus disampaikan dengan klien dengan disertai penjelasan tentang arti
dan kegunaannya.
f.
Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak
lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan
kepada klien dan tidak merugikan klien.
g.
Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau
petunjuk yang berlaku bagi tes yang berlakukan.
- Riset
a.
Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia
dengan masalahnya sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan
subyek yang bersangkutan.
b. Dalam
melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga
agar identitas subyek dirahasiakan.
- Layanan
Individual : Hubungan dengan Klien
a.
Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas
dan keyakinan klien.
b. Konselor
harus menempatkan kliennya di atas kepentingan pribadinya. Demikianpun dia
tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman,
dan kemampuan yang dimilikinya.
c.
Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan
pembedaan atas dasar suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial
ekonomi.
d. Konselor
tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak boleh
mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.
Konselor boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan,
akan tetapi dia harus memperhatikan setiap setiap permintaan bantuan,
lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banya orang yang menghendaki.
f.
Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang,
maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang
bertanggung jawab padanya.
g.
Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan
yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana dia memikul tanggung jawab terhadap klien.
h. Hubungan
konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan, dan
rekan-rekan sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka
harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan
profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan
ialah kepentingan klien.
i.
Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada klien
dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan
situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk
mengambil keputusan apakah dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
j.
Konselor tidak akan memberikan bantuan profesional
kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sehingga hubungan profesional
dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan
masing-masing.
k. Klien
sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses
konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak
akan melanjutkan hubungan dengan klien apabila klien tidak memperoleh manfaat
dari hubungan itu.
- Konsultasi
dan Hubungan dengan Rekan atau Ahli Lainnya.
a.
Dalam rangka pemberian layanan kepada klien, kalau
konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan
rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi, untuk itu ia harus mendapat izin
terlebih dahulu dari kliennya.
b. Konselor
harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia
menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepda klien tersebut, baik karena
kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasn pribadinya. Dalam hal ini
konselor akan mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan
lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli
tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan klien.
c.
Bila pengiriman disetujui klien, maka akan menjadi
tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien, orang atau badan yang
mempunyai keahlian tersebut.
d. Bila konselor
berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak kepada
ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan apa baik
buruknya kalau hubungan maru diteruskan lagi.
BAB III
HUBUNGAN
KELEMBAGAAN
DAN HAK
SERTAKEWAJIBAN KONSELOR
1.
Jikalau konselor bertindak sebagai konsultan pada
suatu keluarga, maka harus ada pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia
dengan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor di tempat
lembaga itu. Sebagai seorang konsultan, konselor tetap mengikuti dasar-dasar
pokok profesi dan tidak bekerja atas dasar komersial.
2.
Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual,
khususnya tentang penyimpangan serta penyebaran informasi tentang klien dan
hubungan konfidensial antara konselor dengan kien, berlaku juga bila konselor
bekerja dalam hubungan kelembagaan.
3.
Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan
kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama
dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling
dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
4.
Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh
semua petugas dalam lembaga harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga
itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat perlindungan
dari lembaga itu dalam menjalankan profesinya.
5.
Setiap konselor yang menjadi staf sutau lembaga harus
mengetahui tentang program-program yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan
dari lembaga itu dari pihak lain. Pekerjaan konselor harus dianggap sebagai
sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
6.
Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga,
konselor tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan atau
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga tersebut, maka dia harus
mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
7.
Konselor yang tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan
diharapkan mentaati kode etik jalannya sebagai konselor dan berhak untuk
mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan-rekan seprofesi.
8.
Kalau konselor merasa perlu untuk melaporkan sesuatu
hal tentang klien kepada pihak lain (misalnya pimpinan badan tempat ia
bekerja), atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh petugas suatu
badan di luar profesinya, dan ia harus juga memberikan informasi itu, maka
dalam memberikan informasi tersebut harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman
pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
9.
Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya
untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat
merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang kurang
wajar.
10. Konselor
harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya apakah tidak melanggar kode
etik ini.
ABKIN
PERSONALITY GURU PEMBIMBING
Modal dasar
sebagai ciri personal yang harus dimiliki oleh guru pembimbing diantaranya
adalah :
1.
Berwawasan luas
Memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas terutama
tentang perkembangan peserta didik pada usia sekolahnya, perkembangan ilmu
pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses pembelajarannya, serta pengaruh
lingkungan dan modernisasi terhadap peserta didik.
2.
Menyayangi anak
Memiliki
kasih sayang yang mendalam terhadap peserta didik, rasa kasih sayan ini
ditampilkan oleh guru pembimbing benar-benar dari hati sanubarinya (tidak
berpura-pura atau dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan
kasih sayang itu.
3.
Sabar dan bijaksana
Tidak mudah marah dan/atau mengambil tindakan keras
dan emosional yang merugikan peserta didik serta tidak sesuai dengan
kepentingan perkembangan mereka. Segala tindakan yang diambil oleh guru
pembimbing didasarkan pada pertimbangan yang matang.
4.
Lembut dan baik hati
Tutur
kata dan tindakan guru pembimbing selalu mengenakkan hati, hangat dan suka
menolong.
5.
Tekun dan teliti
Guru
pembimbing stia mengikuti tingkah laku dan perkembangan peserta didik
sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang
menyertai tingkah dan perkembangan tersebut.
6.
Menjadi contoh
Tingkah
laku, pemikiran, pendapat, dan ucapan-ucapan guru pembimbing tidak tercela dan
mampu menarik peserta didik untuk mengikutinya dengan senang hati dan suka
rela.
7.
Tanggap dan mampu mengambil tindakan
Guru
pembimbing cepat memberikan perhatian terhadap yang terjadi dan/atau mungkin
terjadi pada diri peserta didik, serta mengambil tindakan secara tepat untuk
mengatasi dan/atau mengantisipasi yang akan terjadi dan/atau mungkin terjadi.
8.
Memahami dan bersikap positif terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling.
Guru pembimbing memahami fungsi dan tujuan serta seluk beluk pelayanan
bimbingan dan konseling, dan dengan senang hati berusaha sekuat tenaga
melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan
peserta didik.
9.
Mempunyai modal profesional.
Mencakup
kemantapan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap dalam bidang
kajian bimbingan dan konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan
da/atau pelatihan khusus dalam programm bimbingan dan konseling. Dengan modal
profesional tersebut, seorang guru pembimbing akan mampu secara nyata
melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut kaidah-kaidah
keilmuannya, teknologinya, dan kode etik profesionalnya.
ABKIN
KOMPETENSI
GURU PEMBIMBING/KONSELOR SEKOLAH
I.
KOMPETENSI PERSONAL
1.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan
secara etis.
3.
Menampilkan rasa hormat terhadap keragaman individu.
4.
Menampilkan struktur nilai dan sistem keyakinan
pribadi.
5.
Menampilkan keterbukaan, fleksibilitas, sikap
mengasihi, dan toleran di dalam melakukan interaksi profesional yang mengarah
kepada pertumbuhan dan perkembangan diri sendiri dan orang lain.
6.
Menampilkan arah diri dan otonomi kedirian yang
mantap.
7.
Bertindak secara konsisten dengan sistem nilai etis
pribadi dan kode etik profesional di dalam hubungan profesionalnya.
8.
Menunjukkan penampilan diri yang menarik.
9.
Mempu menyesuaikan diri secara adekuat.
10. Memiliki
kepercayaan dan keyakinan diri untuk bisa memberikan layanan bantuan.
11. Memiliki
keikhlasan dalam menyelenggarakan pelayanan.
II.
KOMPETENSI
KEILMUAN
Wawasan Kependidikan dan Profesi
1.
Memiliki wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan
profesional konseling.
2.
Memahami dengan baik landasasn-landasan keilmuan
bimbingan dan konseling.
3.
Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan
secara etis.
4.
Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang
relevan dengan setting kerjanya.
5.
Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari
literaturnya.
6.
Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan
profesional dalam berbagai setting dan kegiatan.
7.
Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam
menghadapi permasalahan klien.
8.
Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya.
9.
Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas
profesionalnya.
10. Merumuskan
perannya sendiri sesuai dengan setting dan situasi kerja yang dihadapi.
Pemahaman individu dalam membangun interaksi efektif
11. Memahami
teori-teori perkembangan manusia.
12. Mengidentifikasi komponen primer nilai-nilai
orang lain.
13. Memilahkan/membedakan
wilayah struktur nilai pribadi yang tidak sejalan dengan struktur nilai
kelompok yant teridentifikasi.
14. Merespon dan
berinteraksi dengan orang lain atas dasar kesadaran pikiran serta perasaan
sendiri, keterbuakaan, kepekaan terhadap pikiran dan orang lain.
Konseling
15. Menghayati
dan menerapkan teori kkonseling yang telah mepribadi
16. Mengembangkan
kerangka pikir manusia efektif sejalan dengan kerangka pikir profesionalnya.
17. Menunjukkan
kecakapan mengkaji hubungan antara teori konseling, kepribadian, belajar dan
asesmen psikologis.
18. Menguasai
berbgai metode dan rasionel untuk mengawali proses konseling yang sesuai dengan
kepedulian klien.
19. Menyadari
berbagai variabel kepribadian dirinya yang mempengaruhi proses konseling.
20. Mengkomunikasikan
kepada klien tentang masalah perkembangan perilaku.
21. Mendiskripsikan
proses konseling yang dapat dipahami klien.
22. Menyatakan
kembali masalah klien dalam cara yang akurat dan dapat diterima klien.
23. Memilih dan
melakukan kemungkinan tindakan berikut dalam menghadapi klien :
§ Melanjutkan
dan memilih strategi konseling tertentu.
§ Merujuk
kepada sumber-sumber nonkonseling.
§ Merujuk
kepada konselor lain.
§ Mengakhiri
konseling.
24. Menerapkan
prinsip-prinsip belajar dalam mengembangkan situasi belajar untuk klien
tertentu.
25. Menunjukkan
arah tindakan dalam menghadapi masalah resistensi, permusuhan, dependensi,
keengganan klien.
26. Menerapkan gaya konseling yang
menyenangkan dalam menghadapi klien tertentu.
27. Mempertahankan
pendekatan konseling pilihannya atas dasar pengalaman dan pengetahuannya
sendiri.
28. Merespon
secara tepat ekspresi perasaan klien.
Konteks
multikultural dalam konseling
29. Memahami dan
menyadari kekuatan konteks kultural dalam proses konseling.
30. Mengidentifikasi
dinamika psikologis (motivasi, kecemasan, orientasi nilai) dalam berbagai
kontkeks subkultural.
31. Mendeskripsikan
dinamika sosiologis dalam berbagai konteks subkultural (keluarga, tradisi,
bahasa, agama).
32. Mengokohkan
hubunga antar pribadi secara profesional dalam berbagai konteks subkultural.
33. Memahami
implikasi isu-isu sosial masa kini terhadap klien.
34. Menampilkan
sikap open minded dan profesional dalam menghadapi kepedulian dan konflik
sosial.
35. Mengintervensi
sistem sosial dalam perannya sebagai agen perubahan.
36. Menunjukkan kesadaran
akan pengaruh faktor gender dalam pelayanan profesionalnya.
37. Secara kritis
menguji kekuatan dan kelemahan teknik dan metode konseling yang dilakukannya.
38. Menyadari
kesulitan dalam menghasapi isu-isu sosial.
Asesmen
lingkungan
39. Terampil
menghimpun, dan menganalisi data/informasi individu.
40. Mengakses
faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mental.
41. Memberi
pengaruh terhadap kebijakan dan prosedur kelembagaan yang dapat menumbuhkna
kesempatan bagi para anggotanya.
42. Memahami organisasi
formal dan informal dalam berbagai pola sistem sosial.
43. Mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan sistem sosial yang perlu diperbaiki.
44. Mendeskripsikan
hal-hal perkembangan yang relevan dengan masalah konseling individu.
45. Mendeskripsikan
dampak interaktif berbagai masalah perkembangan di dalam proses kelompok.
Asesmen
individual
46. Mengidentifikasi
secara tepat kriteria dan sumber instrumen asesmen untuk pengukuran kelompok
dan individual.
47. Mengidentifikasi
tes bakat, prestasi, kepribadian yang cocok untuk kepentingan sekolah dan
lembaga lain sesuai dengan individu atau populasi yang akan dilayani.
48. Mengembangkan
instrumen asesmen untuk kepentingan pemahaman individu dalam konteks layanan
bimbingan dan konseling.
49. Menampilakn
kecakapan mengadministrasikan instrumen tes baku sesuai dengan standar pelaksanaan tes.
50. Menganalisis,
mengorganisasikan, dan mensintesiskan hasil tes yang diperoleh dari tes baku baik secara verbal
maupun tertulis.
51. Mengaitkan
hasil tes dengan tujuan, aspirasi, kecakapan dalingkungan klien.
52. Menghimpin
dan mensintesiskan informasi klien dengan menggunakan teknik asesmen nontes.
Proses
dan strategi kelompok
53. Menampilkan
respon berikut terhadap :
§ Pemahaman
empatik terhadap ekspresi maslah perasaan anggota.
§ Meningkatkan
kesadaran anggota akan perasaannya dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi
perilakunya.
§ Meningkatkan
pemahaman anggota akan keadaan perasaan saat ini.
54. Menampilkan
ketepatan mengambil resiko sebagai pimpinan dan anggota kelompok dalam kelompok
tertentu.
55. Menganalisis
aspek-aspek nonteknis proses kelompok dalam merespon keingintahuan anggota.
56. Melakukan
kegiatan konseling kelompok untuk menyampaikan informasi pribadi, pendidikan
dan pekerjaa.
57. Menilai
secara kritis akan kekuatan dan kelemahan kepemimpinannya sendiri atas kelompok
yang dibimbingnya.
58. Memilih dan
mempertahankan strategi intervensi kelompok yang dipilihnya.
59. Mefasilitasi
pertumbuhan pengambilan keputusan karir dalam berbagai kelompok usia dengan
menyediakan informasi karir dan menerapkan teori perkembangan manusia.
60. Memahami
hakikat masalah ketrampilan belajar dan mengembangkan strategi yang tepat untuk
penyembuhan dan pencegahan.
Layanan
konsultasi dan mediasi
61. Mendeskripsikan
perilaku situasi konsultasi yang tepat dan memadai.
62. Menyatakan
rambu-rambu hubungan konsultatif.
63. Melaporkan
situasi dengan tingkatan pihak-pihak yang berkonsultasi.
64. Menjelaskan metode atau prosedur untuk tindak
lanjut perannya sebagai penyedia layanan konsultasi.
Riset
dan konseling
65. Mengidentifikasi
rujukan yang bersumber pada hasil riset.
66. Menganalisis
hasil riset konseling, mengkaji hipotesis, keterbatasan dan kesimpulannya.
67. Merancang
riset, melaksanakan dan menggunakan hasilnya.
68. Mengidentifikasi
wilayah profesi konseling yang memerlukan riset untuk mendalaminya.
69. Mengembangkan
satu atau dua alternatif rancangan riset yang akan diterapkan dalam pemecahan
masalah.
70. Mengembangkan
strategi riset-riset yang relevan untuk pengembangan diri, profesi, dan
keberfungsian peran.
71. Menterjemahkan/memanfaatkan
hasil riset kedalam implikasi “praktis”.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam konseling
72. Memanfaatkan
teknologi informasi sebagai sumber informasi bagi pengembangan diri dan
kemampuan profesional.
73. Terampil
menggunakan perangkat teknologi informasi untuk layanan bimbingan dan
konseling.
74. Memanfaatkan
teknologi informasi untuk layanan dan pengembangan profesionalnya dengan
berpegang kepada standar etik.
75. Mengkomunikasikan
prosedur dan langkah kerja yang dipilihnya kepada klien atau populasi
layanannya.
Manajemen
dan sistem pendukung
76. Mampu
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti layanan bimbingan
dan konseling.
77. Mengorganisasikan
dan mengalokasikan sumber daya (resources) bagi perkembangan individu.
78. Merancang
program pembelajaran dan pelatihan staf.
79. Terampil
mengajar dan melatih staf lain dalam konteks layanan profesinya.
80. Mensupervisi
dan mengevaluasi program pengajaran/pelatihan.
81. Mampu memenej
pekerjaan dan prosedur kerja.
82. Mensupervisi
dan mengevaluasi program layanan bimbingan dan konseling.
83. Melaporkan
proses dan layanan bimbingan dan konseling.
III.
KOMPETENSI SOSIAL
1. Berkomunikasi efektif dalam interaksi
dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
2.
Mengembangkan interaksi produktif.
3.
Mengembangkan, mengokohkan dan memelihara hubungan
kolaboratif dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
4.
Memiliki kemampuan memahami orang lain.
5.
Mengembangkan hubungan dan jaringan kerja (net work)
dengan berbgai pihak terkait.
6.
Memanifestasikan kepekaan dan toleransi terhadap
perasaan manusia dalam berbagai setting interaksi.